Pejabat mobilisasi umum kelompok Houthi di Sana’a, Faiz al-Hanami, mengungkapkan bahwa pelatihan tersebut merupakan bagian dari program nasional pertama yang dinamakan “Badai al-Aqsa”.
Program ini bertujuan mempersiapkan warga Yaman untuk mengambil bagian dalam pertempuran mendukung perjuangan Palestina.
“Lebih dari 82.000 warga Yaman telah mengikuti pelatihan militer tahap pertama untuk siap bertempur melawan rezim Israel dan sekutunya, Amerika Serikat, demi membela rakyat Palestina yang tertindas,” kata Hanami seperti dimuat
Press TV pada Selasa, 24 Juni 2025.
Hanami menambahkan, pelatihan tahap kedua telah dimulai di Sana’a, dan ditargetkan akan melibatkan hingga 100.000 warga hanya di ibu kota tersebut.
Selain di Sana’a, program serupa juga berlangsung di sejumlah provinsi lainnya seperti Sa’ada, 'Amran, Hajjah, dan Jawf.
“Rakyat kami terus mendesak Arab Saudi dan Yordania agar membuka perbatasan, sehingga para pejuang Yaman dapat melewati wilayah mereka dan menuju ke medan tempur di Palestina yang diduduki,” ujarnya.
Dukungan militer dari Yaman terhadap Palestina bukan hal baru. Sejak Israel memulai serangannya di Gaza pada 7 Oktober 2023, Houthi telah melancarkan berbagai operasi, termasuk menyerang target Israel serta kapal-kapal yang terhubung dengan kepentingan Amerika Serikat di kawasan.
Serangan Israel di Gaza, yang telah berlangsung lebih dari satu setengah tahun, menewaskan sedikitnya 55.998 orang, mayoritas wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 131.559 lainnya.
Konflik tersebut memicu reaksi keras dari sejumlah negara, termasuk Iran dan kini Yaman yang secara terbuka menyatakan bergabung dalam barisan perlawanan.
Kursus pelatihan militer gelombang kedua ini digelar hanya beberapa hari setelah Yaman menyatakan siap berperang bersama Iran melawan Israel dan AS, menyusul agresi Israel terhadap Iran pada 13 Juni yang menewaskan sejumlah komandan militer, ilmuwan, serta warga sipil.
Tak hanya itu, Amerika Serikat juga telah terlibat langsung dalam konflik dengan melancarkan serangan ke fasilitas nuklir damai Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Serangan yang terjadi pada Minggu dini hari itu, 22 Juni 2025 dikutuk banyak pihak karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Situasi ini menandai eskalasi konflik yang lebih luas di Asia Barat, dengan semakin banyak negara dan kelompok di kawasan mengambil sikap konfrontatif terhadap Israel dan sekutunya.
Mobilisasi militer besar-besaran di Yaman menunjukkan bahwa front perlawanan terhadap Tel Aviv dan Washington kini tak lagi terbatas pada perbatasan Gaza.
BERITA TERKAIT: