Langkah ini diambil guna melindungi informasi strategis serta mencegah kebocoran teknologi yang dapat menguntungkan pihak asing.
Seperti dikutip
Channel News Asia pada Sabtu 1 Maret 2025, China khawatir para ahli AI yang bepergian ke luar negeri berisiko membocorkan rahasia perkembangan teknologi negaranya.
Oleh karena itu, mereka yang diizinkan berangkat wajib melaporkan rencana perjalanan. Termasuk tujuan, agenda, dan pihak yang akan ditemui selama kunjungan mereka.
Kebijakan ini berdampak langsung terhadap agenda sejumlah tokoh penting di industri teknologi China. Salah satunya adalah pendiri DeepSeek, Liang Wenfeng, yang membatalkan kehadirannya dalam pertemuan puncak AI di Paris pada Februari lalu.
Selain itu, Pemerintah China juga mencemaskan kemungkinan para pakar AI mereka ditahan dan digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi dengan AS. Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, mengingat pernah terjadi penahanan seorang eksekutif Huawei di Kanada atas permintaan AS beberapa tahun lalu.
Langkah ini diambil di tengah persaingan ketat antara China dan AS dalam pengembangan kecerdasan buatan. China baru-baru ini memperkenalkan DeepSeek, yang diklaim mampu menyaingi bahkan melampaui teknologi AI dari perusahaan-perusahaan AS seperti OpenAI dan Google.
Sebagai bagian dari strategi memperkuat dominasi teknologi dalam negeri, Presiden China Xi Jinping juga menggelar pertemuan dengan para pemimpin raksasa teknologi pada Februari lalu.
Pertemuan tersebut menjadi ajang bagi China untuk memamerkan kemajuan AI mereka dan memperkuat posisi dalam persaingan global melawan AS.
BERITA TERKAIT: