Wakil Perdana Menteri Ishaq Dar mengajukan permintaan tersebut saat berkunjung ke Tiongkok baru-baru ini.
Islamabad mengatakan, Beijing bersedia memenuhi permintaan itu. Namun tidak sedikit analis yang meragukan.
Pengamat politik ekonomi Norman Hossain dalam artikenlnya di Khaama Pers menilai, permintaan penundaan pembayaran utang yang sudah jatuh tempo ini membenarkan dugaan bahwa Pakistan memiliki ketergantungan sedemikian rupa pada Tiongkok.
Pada bulan November 2024, IMF mengatakan khawatir atas kekurangan pajak Pakistan dan keterlambatan dalam mengamankan pinjaman luar negeri, yang telah menghambat kemajuan paket pinjaman senilai 7 miliar dolar AS. Keterlambatan ini, bersama dengan kegagalan Pakistan memenuhi persyaratan IMF, menyebabkan keterlambatan tiga bulan dalam mengamankan program pinjaman baru.
Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, IMF juga mengharuskan Pakistan untuk mengatur perpanjangan pembayaran utang dengan Tiongkok, UEA, dan Arab Saudi, serta pembiayaan tambahan. Dalam perundingan terbaru, Pakistan telah berupaya untuk mendapatkan perpanjangan minimal dua tahun untuk membayar kembali pinjaman Tiongkok, yang jatuh tempo mulai Oktober 2024 hingga September 2027.
Ishaq Dar mengkritik IMF, menuduh lembaga tersebut sengaja menunda pencairan dana dan mengaitkan kemunduran tersebut dengan faktor geopolitik. Namun, kekhawatiran IMF terpusat pada utang luar negeri Pakistan, yang melebihi 130 miliar dolar, dengan hampir 30 persen utang berasal dari Tiongkok.
“Ketergantungan ekonomi Pakistan pada Tiongkok telah tumbuh secara signifikan selama dekade terakhir, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemberi pinjaman global yang khawatir bahwa pinjaman tersebut dapat digunakan untuk membayar kembali utang Tiongkok alih-alih mendanai reformasi ekonomi yang sangat dibutuhkan,” tulis Hossain.
Melihat ketergantungan finansial Pakistan ini, pemberi pinjaman global seperti IMF mungkin perlu mempertimbangkan kembali pendekatan mereka terhadap program talangan Pakistan.
“Struktur ekonomi Pakistan kemungkinan masih sangat bergantung pada Tiongkok, dan negara tersebut mungkin akan kesulitan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diminta oleh pemberi pinjaman internasional,” demikian Hossain.
BERITA TERKAIT: