Yoon mengatakan penerapan darurat militernya dimaksudkan untuk mempertahankan demokrasi liberal dan tatanan konstitusional negara dalam menghadapi partai oposisi liberal, yang menurutnya telah melumpuhkan urusan negara dan mengancam konstitusi.
Dia membela keputusan darurat militernya sebagai tindakan pemerintahan yang tidak dapat diselidiki dan tidak sama dengan pemberontakan.
“Pihak oposisi sekarang melakukan tarian pisau kekacauan, mengklaim bahwa deklarasi darurat militer merupakan tindakan pemberontakan. Namun, benarkah demikian?" kata Yoon dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi, seperti dimuat
Associated Press. Presiden Korsel itu juga menolak dengan tegas upaya pemakzulan yang dilakukan koalisi oposisi terhadapnya.
“Saya akan berjuang sampai akhir, untuk mencegah pasukan dan kelompok kriminal yang bertanggung jawab melumpuhkan pemerintahan negara dan mengganggu tatanan konstitusional negara agar tidak mengancam masa depan Republik Korea,” tegas Yoon.
Pernyataan Yoon Suk Yeol yang disiarkan televisi muncul sehari sebelum oposisi liberal utama Partai Demokrat mengajukan mosi pemakzulan baru terhadap Yoon.
Partai oposisi berencana untuk mengajukan mosi tersebut pada pemungutan suara di lantai parlemen Sabtu ini, 13 Desember 2024.
Upaya untuk memakzulkan Yoon sebelumnya gagal karena anggota parlemen partai yang berkuasa memboikot pemungutan suara di Majelis Nasional.
Tidak hanya terancam dimakzulkan, Yoon juga tengah diselidiki atas dugaan melakukan pemberontakan melalui deklarasi darurat militer yang dibuatnya pada 3 Desember lalu.
Secara hukum, mereka yang berpartisipasi dalam merencanakan pemberontakan dapat dihukum mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara minimal lima tahun.
Pada Rabu, 11 Desember 2024, Kantor Kepresidenan Yoon menolak upaya polisi untuk menggeledah kompleks tersebut.
BERITA TERKAIT: