Dalam sebuah pernyataan, Tim Telegram menegaskan bahwa penangkapan Durov tidak masuk akal apalagi dikaitkan dengan pelanggaran pada platform yang dimilikinya.
"Durov tidak menyembunyikan apa pun dan sering bepergian ke Eropa. Sangat tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa suatu platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut," ungkap Telegram, seperti dikutip dari
Associated Press pada Senin (26/8).
Tim Telegram kemudian menegaskan bahwa platform mereka telah mematuhi hukum dan moderasi yang diharapkan akan terus ditingkatkan.
"Telegram mematuhi hukum Uni Eropa, termasuk Undang-Undang Layanan Digital, moderasinya sesuai dengan standar industri dan terus ditingkatkan," tegasnya.
Mereka juga berharap agar masalah Durov segera diselesaikan.
Miliarder pendiri dan CEO Telegram tersebut ditangkap di bandara Le Bourget dekat Paris pada Sabtu malam (24/8).
Durov yang bepergian dari Azerbaijan dengan jet pribadinya, ditahan sekitar pukul 8 malam waktu setempat karena surat perintah penangkapan yang beredar di Prancis.
Pengusaha kelahiran Rusia berusia 39 tahun itu telah tinggal di Dubai dan memegang kewarganegaraan ganda di Prancis dan UEA.
Mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS Edward Snowden dan whistleblower menuduh Presiden Prancis Emmanuel Macron "menyandera" CEO Telegram Pavel Durov untuk mendapatkan akses pintu belakang ke program pengiriman pesan tersebut.
Snowden mengatakan di X bahwa penangkapannya adalah serangan terhadap hak asasi manusia dasar untuk berbicara dan berasosiasi.
"Saya terkejut dan sangat sedih bahwa Macron telah turun ke tingkat penyanderaan sebagai sarana untuk mendapatkan akses ke komunikasi pribadi. Itu tidak hanya merendahkan Prancis, tetapi juga dunia," tegasnya.
Pemimpin partai Les Patriotes Prancis, Florian Philippot, mengecam pemerintahan Macron sebagai salah satu orang gila setelah pihak berwenang menangkap Durov.
Menurut Philippot, Prancis menawarkan wajah tiraninya kepada dunia setelah penahanan Durov, seraya berkata: "Kita harus membebaskan diri dari orang-orang gila ini."
Setelah penangkapan Durov, kedutaan Rusia di Prancis pada Minggu (25/8) menuduh otoritas Prancis menolak untuk bekerja sama.
Kepala Liga Internet Aman Rusia, Ekaterina Mizulina mengatakan keputusan Prancis untuk menahan Durov tidak dibuat secara independen.
"Jelas bahwa penangkapan tersebut merupakan serangan terhadap TON (platform berbasis blockchain yang awalnya dikembangkan oleh pencipta Telegram) yang telah diinvestasikan oleh perusahaan-perusahaan besar Rusia," paparnya.
BERITA TERKAIT: