Mengutip data Kementerian Pendidikan Filipina pada Senin (29/4), ribuan sekolah telah meliburkan kelas karena cuaca panas, yang berdampak pada lebih dari 3,6 juta siswa.
Peneliti di Save the Children Filipina, Xerxes Castro, memperkirakan akan lebih banyak sekolah yang ditutup karena gelombang panas.
Terlebih, menurut Castro, anak-anak cenderung rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan panas, seperti pusing, muntah dan pingsan ketika terkena panas ekstrem dalam jangka waktu lama.
"Kami melihat suhu rata-rata lebih dari 52 derajat Celcius (125 F), jadi bisa dibayangkan betapa stresnya hal ini bagi para pelajar,” ujarnya, seperti dimuat
Reuters.Siswa yang menghadiri kelas tatap muka di ibu kota Manila menggunakan kipas angin portabel, buku catatan, dan bahkan kotak kardus bekas untuk mendapatkan angin sepoi-sepoi di tengah kondisi kelas yang panas.
“Tekanan darah saya meningkat karena panas. Punggung kami basah dan terkadang kami pusing," kata Memia Santos, guru sekolah menengah berusia 62 tahun.
“Saya tidak bisa fokus, pusing karena panas," kata siswa SMA bernama Esmaira Solaiman.
Kendati demikian, siswa dan guru juga mengaku sulit melakukan pembelajaran jarak jauh, terutama di daerah miskin dimana rumah tidak kondusif untuk belajar dan mungkin tidak memiliki akses internet.
Menurut Program for International Student Assessment, Filipina termasuk negara dengan nilai terendah di dunia dalam bidang matematika, sains, dan membaca, hal ini sebagian disebabkan oleh kurangnya pembelajaran jarak jauh selama pandemi.
BERITA TERKAIT: