Keputusan mengusir aparat India itu memunculkan pertanyaan tentang bagaimana rencana pemerintah negara itu mengatasi terorisme yang terkait dengan ISIS di Maladewa.
Mengutip
Bitter Winter, Senin (22/1), Muizzu, yang terpilih pada 2023 dengan kampanye "India Out" mengklaim bahwa hubungan tradisional dengan India telah merugikan negaranya.
Sebaliknya, dia memandang China sebagai mitra strategis yang lebih menguntungkan, terutama setelah mendapatkan dukungan dari Beijing untuk pembangunan infrastruktur, meskipun beberapa orang menggambarkan dukungan itu sebagai "jebakan utang."
“Saat baru terpilih pada 2023, Muizzu melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya ke China, di mana ia tinggal selama lima hari dan disambut dengan antusias oleh Presiden Xi Jinping. Muizzu kemudian meminta India menarik pasukan yang dipertahankannya di Maladewa paling lambat 15 Maret mendatang,” tulis Bitter Winter dalam laporannya.
Dalam kampanyenya, Muizzu juga disebut telah menggunakan aspek agama sebagai bagian sentral kampanyenya, dengan mengatakan bahwa mendekatkan diri ke China jauh lebih baik untuk kepentingan Maladewa yang mayoritas beragama Muslim.
Namun, kenyataannya, China juga telah memiliki peran atas genosida terhadap penduduk di Xinjiang, dan Muslim Hui yang beretnis Tiongkok.
Terlepas dari retorika politik, keputusan Muizzu dianggap telah menyisakan ketidakpastian tentang nasib teroris Islam, ISIS dan Al Qaeda yang beroperasi di Maladewa, di tengah catatan buruk negara itu dalam memberantas teroris.
Departemen Luar Negeri AS sebelumnya menetapkan pendukung ISIS dan Al Qaeda di negara tersebut, menyoroti risiko keamanan yang harus dihadapi oleh wilayah tersebut dan mungkin membuka pintu bagi kekacauan regional di Samudera Hindia.
Selain itu, keprihatinan juga tumbuh terkait dampaknya terhadap stabilitas regional, terutama karena keberadaan kelompok teroris yang terkait dengan ISIS dan Pakistan di Maladewa.
BERITA TERKAIT: