Kejadian itu diumumkan jurubicara luar negeri Komisi Eropa, Nabila Massrali dalam konferensi pers hariannya pada Kamis (14/9), dengan mengatakan bahwa perwakilan diplomatik UE di Tunis menerima komunikasi resmi yang menyatakan bahwa kunjungan delegasi Parlemen Eropa tidak akan diizinkan.
"Keputusan ini benar-benar membuat kami terkejut, terutama setelah sejumlah kunjungan yang telah dilakukan dalam beberapa bulan terakhir ini, yang memungkinkan kami membangun dialog yang jujur dan terbuka antara semua lembaga Eropa dan Tunisia," ujar Massrali.
Seperti dimuat
Anadolu Agency, penolakan itu terjadi pada Rabu (13/9), saat pihak berwenang Tunisia secara mendadak menolak masuknya lima anggota komite urusan luar negeri Parlemen Eropa tanpa memberikan penjelasan resmi terkait alasan pelarangan tersebut.
Namun, dalam siaran pers itu, juru bicara tersebut menambahkan bahwa duta besar UE untuk Tunisia telah menyampaikan penyesalannya atas keputusan ini.
Meski tidak diketahui secara jelas alasan dari penolakan itu, akan tetapi keputusan tersebut diperkirakan datang setelah anggota parlemen UE, dalam sebuah sesi debat pleno pada Selasa mengungkapkan kritikan tajam terhadap kemerosotan demokrasi di Tunisia.
Dalam debat itu, Parlemen UE turut menyuarakan kekhawatiran terkait kesepakatan kontroversial yang telah disetujui antara Komisi Eropa dan Tunisia mengenai masalah migrasi pada Juli lalu.
Kesepakatan itu diprakarsai oleh Ketua Komisi UE, Ursula von der Leyen, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, dan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, yang akan memberikan dukungan keuangan sebesar 113 juta dolar (Rp 1,7 triliun) kepada otoritas Tunisia untuk pengelolaan perbatasan dan memerangi jaringan penyelundup manusia di negaranya.
Sejauh ini, hubungan antara UE dan Tunisia disebut telah dijalin dalam kemitraan yang dianggap kuat dan strategis, di tengah tantangan global yang semakin kompleks. Untuk itu, penolakan masuk anggota parlemen ke negara itu dianggap telah mengejutkan Komisi Eropa.
BERITA TERKAIT: