Dalam putusan pada Jumat (28/7), Hakim Anthony Chan menyatakan bahwa pemutaran lagu itu merupakan kebebasan berekspresi dan hak yang sangat penting yang dimiliki masyarakat Hong Kong.
Menurutnya perintah tersebut juga akan berdampak negatif pada pihak ketiga yang tidak bersalah, bahkan jika pemerintah tidak berniat demikian.
"Saya tidak yakin bahwa memberikan perintah ini akan adil dan nyaman," kata Chan, yang termasuk dalam kelompok ahli hukum yang dipilih pemerintah untuk menangani kasus keamanan.
"Dalam pandangan saya, ada gangguan terhadap kebebasan berekspresi di sini, terutama bagi pihak ketiga yang tidak bersalah, sebagai efek dingin," tambahnya.
Mengutip
Malaymail, Glory to Hong Kong pertama kali muncul pada Agustus 2019 ketika kota itu mengalami demonstrasi pro-demokrasi besar-besaran dan terkadang kekerasan, dengan jutaan orang turun ke jalan untuk menuntut kebebasan politik.
Pemerintah Hong Kong pada bulan Juni telah meminta perintah agar lagu tersebut, yang ditulis secara anonim akan dilarang disebarluaskan atau dibawakan dengan maksud menghasut orang lain untuk melakukan pemisahan diri atau dengan niat menghasut.
Lagu ini telah menimbulkan kemarahan pemerintah Hong Kong dalam beberapa bulan terakhir karena sering kali disalahartikan sebagai lagu kebangsaan kota tersebut dan bahkan diputar dalam kompetisi olahraga internasional.
Secara resmi, wilayah itu tidak memiliki lagu kebangsaan, karena mereka mengikuti China untuk lagu "March of the Volunteers". Untuk itu, pemerintah melarang lagu tersebut diputar, yang telah ditolak oleh Hakim wilayah tersebut.
BERITA TERKAIT: