Pembela hak asasi manusia Hossam Bahgat, yang menjalankan Inisiatif Mesir untuk Hak Pribadi tempat Zaki bekerja, mengatakan tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap hukuman atas artikel yang ditulisnya tentang kebebasan beragama.
Zaki sebelumnya menghabiskan 22 bulan dalam penahanan pra-sidang hingga Desember 2021, dan kembali ditahan pada Selasa setelah putusan pengadilan di Kota Mansoura.
Artikel yang ditulisnya pada 2020 menceritakan pengalamannya tentang diskriminasi sebagai anggota minoritas Kristen Koptik di negara itu, yang berjumlah sekitar 10-15 persen dari 105 juta penduduk Mesir.
Kasus berlarut-larut itu memicu kecaman internasional, khususnya di Italia tempat dia belajar di Universitas Bologna.
Zaki ditangkap pada tahun 2020, saat kembali mengunjungi keluarga, dengan tuduhan menyebarkan berita palsu, membahayakan keamanan nasional, dan hasutan untuk menggulingkan negara.
Amnesty International, dalam sebuah pernyataan yang dirilis Selasa di Italia, menyebut keputusan itu sebagai putusan yang memalukan.
Pembela HAM mengatakan Zaki telah dipukuli dan disiksa dengan aliran listrik selama penahanannya.
Ribuan orang di Italia menandatangani petisi yang menyerukan pembebasan Zaki. Pada 2021, senat negara itu memberikan suara untuk memberinya kewarganegaraan Italia.
Hubungan antara Kairo dan Roma sebelumnya tegang akibat pembunuhan kandidat PhD Italia Giulio Regeni di Mesir pada 2016. Mahasiswa Universitas Cambridge itu sedang mempelajari sejarah serikat pekerja, salah satu dari banyak mata pelajaran yang dianggap sensitif oleh otoritas Mesir.
Mayat Regeni ditemukan dibuang di pinggiran Kairo dengan tanda-tanda penyiksaan, beberapa hari setelah dia hilang pada peringatan kelima pemberontakan 25 Januari. Pembunuhannya memicu kekhawatiran atas kebebasan akademik di Mesir.
Mesir berada di peringkat terendah Indeks Kebebasan Akademik, dengan setidaknya selusin peneliti di penjara karena pekerjaan mereka, menurut Asosiasi Kebebasan Berpikir dan Berekspresi.
Tahun lalu, Mesir menerima kritik atas kematian ekonom Ayman Hadhoud dalam tahanan negara, setelah polisi membantah menghilangkannya secara paksa.
Kairo juga kerap menerima kritik akibat catatan hak asasi manusianya, di mana puluhan ribu tahanan politik, termasuk jurnalis, pengacara, anggota serikat pekerja dan seniman dijebloskan ke penjara, menurut kelompok hak asasi manusia.
BERITA TERKAIT: