Melalui pernyataan yang disampaikan Senin (17/7) di sebuah konferensi pers di ibu kota Honiara, Sogavare menyatakan kekhawatiran AS dan Australia sebagai sikap yang kurang hormat.
“Menanyakan program kebijakan Kepulauan Solomon-Tiongkok memberikan definisi baru tentang Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka,” kata Sogavare, seperti dikutip dari
AP.
"Pendekatan yang sempit, koersif, dan diplomatis untuk menargetkan hubungan China-Kepulauan Solomon adalah - dan saya tidak ingin menggunakan kata ini - bukan sifat bertetangga, dan kurang hormat," katanya.
"Ini tidak lain adalah campur tangan negara asing ke dalam urusan dalam negeri Kepulauan Solomon," lanjut Sogavare.
Sogavare mengungkapkan, selama di China dia menandatangani sembilan perjanjian dan memorandum, termasuk rencana kerja sama polisi, yang dikritik AS dan Australia.
Dia menjelaskan bahwa rencana itu meningkatkan kerja sama dalam masalah penegakan hukum dan keamanan dengan komitmen China untuk memberikan dukungan sesuai kebutuhan guna memperkuat kapasitas penegakan hukum polisi di negara Pasifik itu.
Dia mengatakan rencana China untuk membantu polisi melengkapi program polisi Australia dan Selandia Baru yang ada di negaranya.
"Australia dan Amerika Serikat tidak perlu takut dengan dukungan polisi China ke Kepulauan Solomon," kata Sogavare.
Perjanjian baru datang setelah Kepulauan Solomon menandatangani pakta keamanan dengan China tahun lalu, menimbulkan kekhawatiran akan penumpukan militer di wilayah tersebut.
Rumah bagi 700.000 orang dan terletak sekitar 2.000 kilometer timur laut Australia, Kepulauan Solomon telah menjadi salah satu keberhasilan terbesar China dalam kampanye untuk memperluas kehadirannya di Pasifik Selatan.
Kementerian Luar Negeri China sebelumnya mengatakan kunjungan Sogavare ke Beijing akan menyuntikkan momentum baru ke dalam hubungan dan memperdalam kepercayaan politik timbal balik.
BERITA TERKAIT: