Ini lantaran suara tembakan dan serangan udara terus bersautan di negara bagian Khartoum, sekalipun telah terjadi gencatan senjata antara kelompok militer yang bertikai.
"Rasanya tidak seperti IdulAdha. Jalanan kosong dan orang-orang takut," kata seorang warga Sudan, Zahra Saeed seperti diberitakan
BBC, Kamis (29/6).
"Tadi malam saya tidak bisa tidur karena suara tembakan," tambahnya.
Banyak orang yang merasa sedih karena suasana perayaan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Beberapa orang bahkan terlalu takut untuk menghadiri Shalat IdulAdha di luar ruangan, yang biasanya menjadi bagian penting dari perayaan tersebut.
Seorang mantan mahasiswa kedokteran berusia 22 tahun bernama Walaa Ibrahim mengungkapkan bahwa ini adalah pertama kali dalam hidupnya dia tidak dapat pergi keluar untuk Shalat IdulAdha, karena kekhawatiran akan keselamatannya.
"Sekarang serangan udara sedang dilakukan, mereka tidak menghormati orang, mereka tidak menghormati pentingnya acara seperti itu," kata Ibrahim.
Selain itu, banyak warga Sudan yang juga menghadapi kesulitan karena keterbatasan finansial yang mereka hadapi tahun ini. Buntutnya, mereka tidak mampu membeli hewan kurban.
“Iduladha kali ini situasinya cukup sulit karena perang dan karena kebanyakan dari kami tidak dibayar. Kami tidak bisa membayar domba kurban karena harganya yang mahal,” kata seorang pedagang ternak dari negara bagian Kordofan Barat, Mohammed Abboud Soliman.
Konflik yang terjadi di Sudan saat ini telah memasuki minggu ke-10, sejak pertempuran dimulai pada pertengahan April lalu antara militer negara dan kelompok paramiliter yang dikenal sebagai Rapid Support Forces (RSF).
Sejak saat itu lebih dari 2,2 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, dengan lebih dari 1.000 orang tercatat telah meninggal dunia akibat pertempuran yang berkecamuk di negara itu.
BERITA TERKAIT: