Nampak suasana muram penuh isak tangis. Juga terdengar suara lirih para ibu yang masih tidak percaya anak mereka yang sedang menimba ilmu, tewas dengan cara mengenaskan.
Sebagian orang tua lainnya masih terus mencari informasi tentang keberadaan anak mereka. Keluarga yang sangat membutuhkan berita menunggu sepanjang malam dalam cuaca dingin di luar kamar mayat di dekat Bwera.
Mereka yang mampu mengidentifikasi orang yang dicintai berpelukan dan menangis saat mereka mengambil mayat di peti mati.
"Kami berbondong-bondong ke rumah sakit dan menemukan banyak mayat - laki-laki dan perempuan, beberapa dipotong dengan pangas (parang), yang lain dipukul dengan palu di kepala," kata seorang petani, seperti dikutip dari
AFP. Minggu ini menjadi yang paling buruk bagi keluarga yang ditinggalkan. Sebanyak 41 orang, sebagian besar adalah pelajar, tewas dalam serangan mengerikan pada Jumat malam, yang terburuk di Uganda sejak 2010 .
Para korban dibacok, ditembak, dan dibakar di halaman Sekolah Menengah Lhubiriha di Mpondwe, yang terletak kurang dari dua kilometer dari perbatasan dengan Republik Demokratik Kongo (DRC).
Pihak berwenang Uganda menuding Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), sebuah milisi yang berbasis di Republik Demokratik Kongo, adalah yang paling bertanggung jawab. Aparat mengejar para penyerang yang melarikan diri kembali ke perbatasan dengan enam orang yang diculik.
Biro Kontra Terorisme Amerika Serikat telah lama mengklasifikasikan ADF sebagai organisasi teroris Islam.
Insiden hari Jumat telah membuat ngeri komunitas internasional. Uni Afrika, Prancis, dan Amerika Serikat menyampaikan belasungkawa dan mengutuk pertumpahan darah tersebut.
BERITA TERKAIT: