Hal itu diungkapkan oleh salah satu pendiri Twitter, Jack Dorsey dalam wawancaranya di saluran YouTube, yang telah menghebohkan jagat dunia maya.
Menurut penuturan Dorsey, India telah meminta penghapusan banyak tweet dan akun yang terkait dengan protes petani terhadap Perdana Menteri Narendra Modi pada 2021 lalu.
Selain itu pemerintah negara itu juga mengancam akan menyerbu rumah karyawannya jika Twitter tidak mematuhi permintaan mereka. Dalam wawancara itu Dorsey menekankan bahwa ancaman tersebut dianggap tidak pantas.
“Kami akan menutup kantor Anda jika Anda tidak mengikutinya. Dan ini adalah India, negara yang demokratis,” sindir Dorsey.
Pernyataan Dorsey ini memicu kemarahan di India, dengan tuduhan bahwa Twitter telah melanggar hukum negara tersebut.
Menteri Negara untuk Teknologi Informasi Rajeev Chandrasekhar dengan keras membantah klaim Dorsey, dan menyebutnya sebagai kebohongan yang nyata.
"Saya sangat kecewa dengan upaya Jack Dorsey untuk berbohong tentang apa yang terjadi karena pernyataannya tidak benar dan salah," ujar Chandrasekhar, seperti dikutip dari
La Prensa Latina, Selasa (13/6).
Pemerintah India juga menekankan bahwa setiap platform, termasuk Twitter, harus mematuhi hukum India dan melindungi hak dasar warga negaranya.
Selain itu, Dorsey juga menyebutkan tekanan serupa juga terjadi dari pemerintah Turki dan Nigeria, yang telah membatasi platformnya selama bertahun-tahun dengan ancaman.
Akibat aturan ketat dan banyaknya ancaman yang diterima, Dorsey mengatakan bahwa Twitter memutuskan untuk tidak menempatkan karyawannya di Nigeria, karena takut akan apa yang mungkin dilakukan pemerintah terhadap mereka.
Atas hal tersebut kelompok advokasi telah menyuarakan keprihatinan tentang situasi kebebasan hak asasi manusia di India, Turki dan Nigeria.
BERITA TERKAIT: