"Pilihan menaikkan suku bunga dipertimbangkan, tetapi dengan konsensus kami memutuskan untuk menahan suku bunga, dan memperketat sinyal," kata Gubernur Bank Sentral Elvira Nabiullina pada konferensi pers pada Jumat (9/6).
Dimuat
Business Insider, Rusia mempertahankan suku bunga acuan tetap stabil di 7,5 persen sejak September, tetapi mengisyaratkan kenaikan mungkin akan segera terjadi.
Bahkan menurut Nabiullina, pihaknya telah membahas kenaikan suku bunga hingga 25-75 poin.
Kenaikan suku bunga akan menjadi yang pertama sejak bank sentral menaikkan suku bunga utama menjadi 20 persen segera setelah invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu, ketika berusaha menstabilkan rubel dan pasar keuangan setelah sanksi Barat membekukan cadangan mata uang Kremlin.
Sejak itu, bank sentral menurunkan suku bunga karena inflasi telah mereda. Tetapi proyeksi baru memperkirakan inflasi melaju ke 4,5 -6,5 persen pada akhir tahun, naik dari 3,5 persen.
"Mempercepat pengeluaran fiskal, memburuknya persyaratan perdagangan luar negeri dan situasi di pasar tenaga kerja tetap menjadi pendorong risiko pro-inflasi," imbau bank sentral.
Pada 2023, rubel telah jatuh terhadap dolar sekitar 14 persen, membuat impor lebih mahal dan memicu inflasi lebih lanjut. Kemudian pada Jumat, rubel turun melewati 83 terhadap dolar, mencapai level terendah dalam lebih dari dua bulan.
Data lain menunjukkan Rusia menderita rekor kekurangan tenaga kerja karena perang di Ukraina. Militer memobilisasi 300 ribu tentara pada tahun lalu dan berencana untuk memobilisasi ratusan ribu lagi tahun ini, sementara diperkirakan 200 ribu orang telah tewas atau terluka di Ukraina.
Di samping itu juga terjadi eksodus massal ke negara lain untuk menghindari dinas militer. Studi baru-baru ini memperkirakan bahwa 1,3 juta pekerja hilang dari Rusia.
Kekurangan tenaga kerja juga berkontribusi terhadap penurunan tajam produksi industri Rusia bulan lalu, yang anjlok 5 persen dari bulan sebelumnya.
BERITA TERKAIT: