Menurut kantor berita resmi
IRNA, naskah tersebut nantinya secara resmi dapat diadopsi oleh parlemen menjadi undang-undang dalam beberapa bulan ke depan.
Seperti dimuat
VOA News, Selasa (11/4), dalam teks yang disepakati parlemen itu, pengadilan dapat menjatuhkan hukuman maksimal kepada seorang pria yang membunuh istrinya, dengan hukuman hingga 15 tahun penjara, lebih lama dari hukuman saat ini, jika keluarga korban menolak hukuman qisas (hukum pembalasan Islam Iran).
Selain itu, mempublikasikan gambar-gambar porno tanpa persetujuan seorang wanita, dan memaksa seorang wanita untuk menikah di luar kehendaknya juga akan dianggap sebagai kejahatan, dan dapat dikenakan sanksi.
Rancangan teks undang-undang tersebut juga disebut dapat membuat pengadilan memberikan izin kepada perempuan yang sudah menikah untuk meninggalkan negaranya, bahkan jika suaminya mencegahnya bepergian ke luar negeri.
RUU itu dirancang untuk memudahkan perempuan, setelah perdebatan yang pernah panas 2015 lalu di Teheran, ketika seorang atlet perempuan dilarang ke luar negeri oleh suaminya untuk mengikuti Piala Asia.
Rencana memperberat hukuman yang telah digaungkan dalam sepuluh tahun terakhir ini mulai diseriusi oleh parlemen setelah Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyerukan undang-undang yang lebih keras untuk melindungi perempuan pada awal Januari lalu
"Dalam masyarakat kita, wanita ditindas di beberapa keluarga. Jika hukum tidak melindungi seorang wanita, seorang pria dapat melecehkannya,†kata Khamenei pada saat itu.
"Solusinya adalah memperberat hukuman agar hukum yang berkaitan dengan keluarga menjadi begitu kuat sehingga tidak ada laki-laki yang dapat menindas perempuan," tambah pemimpin tertinggi itu.
Selama beberapa tahun terakhir, pembela hak asasi manusia juga telah mendesak otoritas Iran untuk mereformasi undang-undang tentang perlindungan perempuan dan memperberat hukuman untuk kekerasan dalam rumah tangga di negaranya.
BERITA TERKAIT: