Salah satu gagasan paling menonjol yang kerap digaungkan Beijing saat ini adalah Global Security Initiative (GSI). Inisiatif ini dikemas ulang dari pidato Xi tentang tatanan Sinosentres global di sebuah konferensi Asia, kemudian dijabarkan setelah ia didaulat menjadi presiden tiga periode.
Diumumkan oleh Xi pada April 2022, GSI menyajikan rencana baru untuk keamanan bersama yang komprehensif, kooperatif, dan berkelanjutan.
Prinsip-prinsip dasar GSI termasuk China menawarkan dirinya sebagai perantara yang jujur dalam konflik, sambil menghormati kedaulatan dan integritas wilayah semua negara dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip Piagam PBB.
"Ini adalah ambisi mulia yang tidak diikuti oleh kebijakan China yang sebenarnya," begitu tulisan dari
Inside Over yang dikutip pada Minggu (2/4).
Di Laut China Selatan, China adalah pengganggu regional yang mengabaikan kepentingan Vietnam dan Filipina. China juga menghambat negara-negara kecil tersebut untuk melakukan eksplorasi minyak di laut teritorialnya sendiri. Beijing tidak menghormati Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) di Laut China Selatan.
Tindakan sepihak China menunjukkan penghinaan terhadap Piagam PBB dan entitas PBB ketika mereka bertentangan dengan kebutuhan Beijing.
Poin lain yang disebutkan dalam GSI yang tidak dihormati oleh China dalam praktiknya adalah bahwa China berusaha mengganti institusi PBB dengan institusi yang dapat dikontrol atau dikuasainya.
Contohnya adalah upaya China untuk mengontrol ASEAN dan keputusannya berdasarkan konsensus. ASEAN menemui jalan buntu dalam 56 tahun sejarahnya pada 2012 dan 2016 ketika merumuskan kode etik Laut China Selatan. ASEAN tidak dapat mengeluarkan pernyataan karena Kamboja, sekutu dekat China.
China juga berupaya membangun platform dan mekanisme internasional untuk pertukaran dan kerja sama untuk mengatasi tantangan di bidang-bidang seperti kontra-terorisme, keamanan siber dan informasi, serta keamanan hayati. China mempresentasikan inisiatif global tentang keamanan data beberapa tahun yang lalu yang menarik banyak perhatian.
Namun selama bertahun-tahun, Beijing telah mendukung peretas untuk mencuri data dari sejumlah negara. Unit pemerintah dan militer di Asia Selatan dan Tenggara telah menjadi sasaran umum para peretas China.
BERITA TERKAIT: