Begitu yang disampaikan wakil jurubicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel dalam konferensi pers pada Rabu (29/3).
Menurutnya penolakan Taliban terhadap pendidikan, pekerjaan, dan aksesibilitas politik perempuan telah menjauhkannya dari lingkup internasional.
"Pembatasan terhadap perempuan akan menunda hubungan internasional Kabul," ujarnya, seperti dimuat
Khaama Press.
Meski begitu, Taliban terus menyangkal tuduhan pembatasan dan mengklaim bahwa pihaknya telah berusaha sepenuhnya untuk melindungi hak-hak perempuan.
Organisasi nasional dan internasional mengecam kebijakan penindasan Taliban terhadap perempuan, sebab akan meningkatkan kemiskinan, pengangguran, dan ekstremisme yang mengancam perdamaian dan keamanan global.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dalam sebuah pernyataan mengungkap bahwa bisnis yang dikelola wanita Afghanistan berada di ambang kehancuran karena banyaknya pembatasan yang diberlakukan Taliban.
Sejalan dengan itu, Organisasi Buruh Internasional (ILO) melaporkan jumlah bisnis yang dijalankan perempuan telah menurun seperempatnya sejak Taliban berkuasa pada 2021 lalu.
Penurunan keterlibatan perempuan di sektor ekonomi, turut memperparah krisis pendapatan negara, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus menurun antara 30-35 persen dalam dua tahun terakhir.
BERITA TERKAIT: