Kesepakatan kerja sama senilai 250 juta dolar AS atau Rp 3,8 triliun itu dilakukan sebagai bagian dari upaya AS untuk memantau peluncuran rudal balistik dan hipersonik China.
Menurut pejabat Raytheon, Dave Broadbent pada Jumat (3/3), prioritas pengembangan satelit terbaru akan meningkatkan kemampuan AS untuk melacak ancaman yang muncul.
“Satelit-satelit baru akan diintegrasikan ke dalam satelit orbit Bumi rendah “Tranche 1†milik SDA untuk meningkatkan kemampuan pelacakan rudal global,†ujarnya, seperti dimuat
The Defense Post.Selain mengirimkan satelit, Raytheon disebut Dave juga akan memberi SDA dukungan peluncuran dan operasi darat yang diperlukan.
"Satelit-satelit tersebut akan menampilkan sensor infra merah persisten Wide Field of View perusahaan, bus mikrosatelit kelas Saturnus Blue Canyon Technologies, dan muatan elektronik SEAKR Engineering," jelas Dave.
China disebut sebagai salah satu ancaman terbesar di ruang angkasa oleh Kepala Operasi Ruang Angkasa AS, Jenderal Bradley Chance Saltzman.
Pada 2021, China cukup mengejutkan Barat setelah melakukan serangkaian uji coba rudal hipersonik di atas Laut China Selatan.
Oleh sebab itu, satelit peringatan dan pelacakan rudal Raytheon diharapkan mampu mengatasi berbagai macam ancaman China, termasuk gerak-geriknya di ruang angkasa.
BERITA TERKAIT: