Sebuah survei dilakukan oleh Institute for Strategy and Policy (ISP) yang berbasis di Myanmar untuk mengukur persepsi komunitas Myanmar mengenai hubungan dengan China.
Survei tersebut dilakukan pada Juli 2022 dengan memberikan 70 pertanyaan pada responden. Responden termasuk anggota parlemen dari 47 partai politik dari Kachin, Shan (Utara), Wilayah Mandalay, Wilayah Magway, dan Negara Bagian Rakhine, di mana proyek Koridor Ekonomi China (CMEC) sedang dilaksanakan. Para peserta survei juga termasuk komunitas bisnis dan tokoh terkenal dari berbagai bidang.
Dimuat
The Singapore Post, fokus survei terhadap hubungan Myanmar-China menjadi penting karena dua alasan.
Pertama untuk mengukur apakah orang Myanmar yang memiliki kepedulian terhadap kebijakan percaya bahwa China akan berperan penting dalam pemulihan perdamaian dan demokrasi di negara itu. Kedua, untuk mengukur persepsi mereka tentang utilitas dan efektivitas model terkait proyek pembangunan China, seperti CMEC.
Hasilnya, sebanyak 55 persen responden mengaku tidak melihat China sebagai tetangga yang baik, sementara 40 persen responden meyakini China bukan tetangga yang baik.
Mayoritas masyarakat Myanmar juga meragukan kemampuan China untuk mempercepat proses perdamaian di Burma.
Hanya 14 persen responden yang percaya China mampu mempercepat proses perdamaian, sementara 67 persen lainnya menyebut Beijing hanya melakukan campur tangan terhadap proses politik Myanmar.
Bahkan 79 persen responden merasa China mendukung kediktatoran Myanmar.
Di dalam survei tersebut, responden mengaku curiga bahwa China memberikan dukungan pada junta Myanmar selama kudeta pada Februari 2021.
Hasil survei juga didukung dengan diamnya China atas kudeta militer yang dilakukan junta di Myanmar. Beijing juga tak bergeming ketika junta mengeksekusi empat tahanan, termasuk aktivis pro-demokrasi.
BERITA TERKAIT: