Skala protes mungkin akan terus meluas, tetapi peneliti senior di Pusat Studi Arab dan Islam Institut Studi Oriental, Boris Dolgov, meyakini tidak akan lebih tinggi dari sebelumnya, dan tidak akan mengarah pada perang saudara.
“Mengenai kemungkinan kelanjutan atau konsekuensi dari konflik ini, saya tidak berpikir bahwa itu akan mengarah pada perubahan radikal, perang saudara atau kudeta," katanya. "Namun, situasi di Irak tetap rumit, sehingga kemampuan konflik politik kekuatan untuk menemukan semacam kompromi sangat penting. Cara saya melihatnya, gerakan Muqtada al-Sadr, sebagai yang paling berpengaruh, dapat memainkan peran penting dalam melanjutkan proses ini."
Ia juga meyakini bahwa lembaga penegak hukum dan tentara Irak tidak akan setuju untuk menggunakan senjata dalam skala besar terhadap para demonstran.
"Pemilu dini dimungkinkan, sama seperti penggantian pemerintah Irak, tetapi itu semua tergantung pada kemampuan kekuatan politik untuk menemukan solusi," lanjut Dolgov.
Mesir telah menyatakan akan bertindak sebagai perantara, dengan begitu kompromi politik bisa terjadi.
"Kairo telah menyatakan kesiapannya untuk membantu menstabilkan situasi di negara itu. Juga ada pengaruh besar Iran pada proses politik Irak. Saya percaya bahwa pengaruhnya, bersama dengan Mesir, akan membantu mencegah aksi radikal," ujar Dolgov.
Irak berkobar dalam beberapa terakhir. Puncaknya, ketika ratusan pendukung Muqtada al-Sadr menyerbu istana presiden pada Senin (29/8) dan menduduki "zona hijau" Baghdad - area kantor pemerintah dan diplomatik asing.
Protes meningkat menjadi bentrokan bersenjata dengan pasukan keamanan, yang mencoba membuat Sadrist mundur.
Puluhan tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Namun, ada yang menyebutkan berdasarkan laporan terakhir bahwa korban bertambah dengan 30 tewas dan lebih dari 300 orang terluka. Protes dan bentrokan juga melanda bagian lain Irak. Komando Operasi Gabungan Angkatan Darat Irak pun menetapkan jam malam.
Pada Selasa, Muqtada al-Sadr, menyerukan kepada pendukungnya untuk meninggalkan wilayah yang berbatasan dengan gedung parlemen di "zona hijau" Baghdad, segera. Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi menghargai seruan al-Sadr itu sebagai sikap patriotisme.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: