Kementerian Luar Negeri Jerman dalam pernyataannya di Twitter, mengungkapkan keterkejutannya atas vonis tersebut, mengataka bahwa vonis itu menunjukkan sekali lagi bagaimana Rusia mengabaikan hukum humaniter internasional, dan ini tidak bisa diterima.
Jerman juga mengingatkan bahwa para pejuang berhak atas perlindungan di bawah Konvensi Jenewa
Kabar vonis mati ini sontak mengejutkan dan membuat negara-negara Barat sontak mengecam DPR dan Rusia.
Pada Kamis (9/6) Mahkamah Agung Republik Rakyat Donetsk (DPR) memvonis mati dua tentara Inggris Aiden Aslin dan Pinner. Keduanya ditangkap oleh pasukan pemberontak pro-Rusia dan akan menghadapi regu tembak setelah pengadilan membuktikan bersalah atas dua kejahatan perang.
Bersama dua tentara Inggris itu, ada satu tentara Maroko yang juga menghadapi vonis yang sama. Ia adalah Saadoun Brahim yang didakwa berpartisipasi dalam permusuhan di pihak angkatan bersenjata Ukraina dalam kapasitas tentara bayaran.
Kejaksaan Agung DPR sebelumnya mengatakan bahwa kesaksian para terdakwa menegaskan keterlibatan mereka dalam kejahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 bagian 2 (kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang), pasal 323 (perampasan kekuasaan secara paksa atau perampasan kekuasaan secara paksa) dan pasal 430 (tentaraan) KUHP DPR. PGO juga menekankan bahwa tentara bayaran mungkin menghadapi hukuman mati.
Aiden Aslin dan Pinner kemudian mengajukan banding.
Vonis tersebut memicu kemarahan di Inggris dan negara-negara sekutu.
Perdana Menteri Boris Johnson mengaku 'terkejut' dengan hukuman mati pejuangnya di Ukraina. Menteri Luar Negeri Liz Truss berbicara melalui telepon dengan timpalannya dari Ukraina Dmytro Kuleba, dan mencuit bahwa hukuman tersebut merupakan "pelanggaran berat terhadap konvensi Jenewa".
BERITA TERKAIT: