Begitu disampaikan Kementerian Luar Negeri Ukraina dalam sebuah pernyataan yang diterima redaksi.
"Menurut informasi yang tersedia, tentara Rusia telah secara paksa mendeportasi sekitar 6.000 penduduk Mariupol ke kamp penyaringan Rusia untuk digunakan sebagai sandera dan memberikan lebih banyak tekanan politik ke Ukraina," kata Kementerian Luar Negeri Ukraina dalam pernyataannya pada Kamis (24/3).
Kementerian menjelaskan bahwa Rusia telah memulai tahap baru teror terhadap kota Mariupol.
"Penduduk yang selamat dari pemboman Rusia dan penembakan artileri sekarang sedang dideportasi paksa ke Rusia. Sekitar 15.000 penduduk distrik Tepi Kiri Mariupol berada dalam bahaya besar. Penjajah Rusia memaksa mereka untuk pindah ke Rusia. Para penyerbu menyita paspor orang dan dokumen identitas lainnya," kata Kementerian Luar Negeri Ukraina.
Menurut pernyataan tersebut, secara paralel, angkatan bersenjata Rusia menembaki para penduduk yang mencoba meninggalkan Mariupol ke wilayah Ukraina yang tidak diduduki.
"Pasukan Rusia terus menahan konvoi bus kemanusiaan, yang beberapa hari lalu tiba untuk warga Mariupol dari Zaporizhia," katanya.
Tindakan yang dilakukan Rusia, kata kementerian, merupakan pelanggaran berat terhadap hukum dan kebiasaan perang, norma-norma hukum humaniter internasional, khususnya Konvensi Jenewa tahun 1949 dan Protokol Tambahan I untuk Konvensi Jenewa.
Terakhir Kementerian Luar Negeri dalam pernyataannya menekankan kembali agar masyarakat internasional menerapkan sanksi baru yang keras terhadap Rusia untuk menghentikan mesin perangnya yang mematikan, serta menghentikan hubungan bisnis dengan perusahaan negara itu untuk menghentikan pembiayaan perangnya.
BERITA TERKAIT: