Semua personel kedutaan AS yang tersisa di ibukota Ukraina dipindahkan sementara ke kota itu demi keamanan dan kenyamanan, seperti yang dikatakan Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam pernyataannya pada Senin (14/2).
“Ini adalah percepatan dramatis dalam pertumbuhan pasukan Rusia di perbatasan," kata Blinken, menambahkan bahwa itu menjadi kekhawatiran terhadap dugaan invasi yang akan segera terjadi.
"Relokasi dan penutupan efektif kedutaan, yang mengikuti evakuasi sebelumnya dari sebagian besar personelnya, adalah tindakan sementara untuk satu alasan, yaitu keselamatan staf kami," kata Blinken. Ia kembali mengulangi perintah bahwa semua warga AS yang tersisa di Ukraina harus segera meninggalkan Ukraina.
Keputusan itu muncul setelah melihat sinyal bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tetap kukuh dengan permintaannya bahwa NATO tidak boleh meluaskan areanya ke timur dan bahwa Ukraina tidak akan menjadi anggota NATO, seperti yang dilaporkan
Washington Post. Putin memang membiarkan pintu dialog terbuka, tetapi ia tidak mengubah keputusannya itu.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan bahwa NATO ingin menentukan arsitektur keamanan Eropa tanpa mengacu pada Rusia.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan kepada wartawan, Selasa, bahwa AS memperhatikan komentar Lavrov.
“Agar diplomasi dan dialog berhasil, itu harus terjadi dalam konteks de-eskalasi. Namun, kami belum melihat tanda de-eskalasi yang berarti dan nyata,†kata Price.
BERITA TERKAIT: