Mayor Jenderal Tamir Hayman yang merupakan mantan kepala Direktorat Intelijen Militer IDF mengatakan pembunuhan Soleimani berhasil mencegah upaya Iran untuk "mengakar" di Suriah.
"Membunuh Soleimani adalah sebuah pencapaian, karena musuh utama, di mata saya, adalah orang Iran," kata Hayman dalam wawancara dengan media Israel, seperti dikutip
Sputnik, Rabu (22/12).
Hayman yang menanggalkan jabatannya pada Oktober kemarin juga mencatat, terdapat dua pembunuhan penting lainnya yang dilakukan Israel selama kepemimpinannya.
"Yang pertama, seperti yang sudah saya ingat, adalah Qasem Soleimani, jarang menemukan seseorang yang begitu senior, yang merupakan arsitek dari kekuatan tempur, ahli strategi dan operator, itu jarang terjadi," terangnya.
Pembunuhan terhadap Soleimani terjadi pada 3 Januari 2020 dini hari, ketika sebuah SUV dan sebuah minivan melaju dari landasan di Bandara Internasional Baghdad membawa sejumlah pejabat, termasuk Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis, kepala milisi Syiah Irak.
Namun, mobil-mobil itu dibuntuti oleh drone MQ-9 Reaper milik Angkatan Udara AS, yang beberapa saat kemudian menembakkan rudal Hellfire R9X, menghancurkan SUV dan membunuh keduanya.
Soleimani yang merupakan komandan Pasukan Quds saat itu tengah dalam perjalanan untuk bertemu dengan Perdana Menteri Irak Adil Abdul-Mahdi untuk membahas rekonsiliasi dengan Arab Saudi.
Hanya beberapa hari setelah serangan itu,
NBC melaporkan bahwa intelijen Israel telah berpartisipasi dalam operasi itu, memberi tahu AS tentang pesawat Soleimani yang meninggalkan bandara Damaskus di Suriah menuju Baghdad.
Pekan lalu, Donald Trump, yang memerintahkan serangan udara, mengaku merasa ditekan oleh Yerusalem untuk mengambil inisiatif dalam operasi tersebut.