Para pejabat Kazakhstan, tuan rumah yang menyelenggarakan acara tersebut, mengatakan bahwa para pihak dalam Format Astana akan meninjau situasi saat ini di Suriah, menjaga perdamaian di zona de-eskalasi sejalan dengan kesepakatan sebelumnya yang dicapai selama proses Astana.
Delegasi dari Iran, Rusia, Turki, pemerintah Suriah, dan oposisi Suriah, mengambil bagian dalam pertemuan ini. Sementara, Perwakilan PBB, Yordania, Lebanon, dan Irak, hadir sebagai pengamat dalam pertemuan yang akan berlangsung selama dua hari tersebut, seperti dilaporkan
Euro News.
Pihak PBB akan dipimpin oleh Wakil Utusan Khusus Khawla Mohammed Ali Matar.
Para pihak membahas prospek Komite Konstitusi Suriah dengan maksud untuk memberikan dorongan bagi pembicaraan Jenewa dalam kerangka PBB.
Dalam pertemuan ini, dibicarakan mengenai langkah-langkah tertentu yang harus diambil untuk menengahi perdamaian di Suriah.
Berbicara kepada wartawan, Aleksandr Lavrentyev menggambarkan pembicaraan dengan rekan-rekan Iran dan Turki "sangat konstruktif". Mereka memaparkan berbagai masalah yang berkaitan dengan Suriah.
Nursultan adalah nama baru ibu kota Kazakh, yang dulunya bernama Astana. Pembicaraan tentang Suriah yang diadakan di Kazakhstan dikenal dengan format Astana, proses Astana, atau kelompok Astana. Peserta utama atau pialang kekuasaan pada format Astana adalah Rusia, Iran dan Turki.
Rusia dan Iran terutama mendukung pemerintah pusat sementara Turki telah menjadi pendukung utama kelompok oposisi militan. Ini tidak berarti bahwa Iran dan Rusia tidak menghormati hak-hak sah kelompok oposisi. Menggunakan militansi, oposisi membuka jalan bagi munculnya berbagai kelompok teroris, termasuk Daesh.
Negosiasi untuk menyelesaikan perang Suriah, yang pecah pada 2011, telah berlangsung di Nursultan sejak 2017 dengan mediasi negara-negara penjamin format Astana.
BERITA TERKAIT: