Taliban dianggap telah mengingkari janji akan membentuk pemerintah Afghanistan yang inklusif dengan nama-nama penunjukkan yang didominasi oleh anggotanya sendiri.
Terlebih, susunan kabinet itu semuanya adalah laki-laki. Ini menyangkal klaim mereka sendiri yang berjanji untuk menjunjung hak perempuan dan juga etnis minoritas.
Lima Ahmad, kandidat PhD dalam keamanan internasional dan resolusi konflik di The Fletcher School di Tufts University menyayangkan susunan kabinet yang baru diumumkan yang tidak menyertakan perempuan di dalamnya dan orang-orang dari minoritas Hazara.
"Dengan siapa mereka berbicara atau berkonsultasi sebelum menyusun Kabinet ini?" keluh Lima, seperti dikutip dari The National.
Sebagian besar kabinet terdiri dari para pemimpin Taliban dengan banyak anggota dari klan Haqqani, kata Lima, seperti dikutip dari AFP.
“Inklusivitas berarti mereka berbicara dengan warga Afghanistan, yang mencakup masyarakat sipil, perempuan, kelompok etnis yang berbeda termasuk minoritas," kata Lima.
Ia juga mempertanyakan mengapa orang-orang yang ditunjuk didominasi dengan Mullah (pemimpin agama).
"Adalah suatu kesalahan untuk percaya bahwa ini mewakili Afghanistan," tambahnya.
Pilihan tersebut tidak memiliki keseimbangan demografis dan mengabaikan nilai-nilai Afghanistan.
Lima juga menyoroti tidak adanya Loya Jirga, di mana perwakilan suku Afghankistan bisa ikut memberikan masukan dan menimbang.
Loya jirga adalah sebuah majelis khusus suku bangsa Pashtun yang tinggal di Afghanistan, yang dipandang sebagai majelis agung tradisional para tetua suku, yang memiliki tempat umum dalam politik Afghanistan.
Lima menekankan bahwa susunan kabinet sementara telah cacat karena dipilih dengan tidak berdasarkan diskusi.
Lima juga menyoroti beberapa anggota Kabinet yang ternyata berada dalam daftar hitam PBB. Menteri Dalam Negeri baru Sirajuddin Haqqani juga dicari oleh FBI, dan Jaringan Haqqani adalah organisasi teroris yang ditunjuk AS.
"Ini termasuk empat anggota Haqqani, kebanyakan dari mereka memiliki sayembara di kepala mereka sebagai orang yang paling dicari. tapi sekarang mereka adalah anggota Kabinet resmi dari pemerintah Taliban," kata Lima.
Orang-orang yang ditunjuk memegang kendali atas penegakkan hukum justru adalah orang yang dikenal dengan kebrutalan dan aksi terorismenya.
"Saya takut pada negara saya, saya takut pada rakyat saya, karena orang itu sangat brutal," ujar Lima.
Sabir Ibrahimi, rekan non-residen di Center on International Co-operation di New York University, memiliki pendapat yang sama tentang 'kabinet yang tidak mewakili Afghanistan'.
"Kabinet ini hanya mewakili Taliban dan Jaringan Haqqani. Kami tidak melihat Hazara atau wanita dalam daftar ini, atau bahkan perwakilan utama Tajik atau Uzbekistan."
Ibrahimi mengatakan komposisi Kabinet merupakan bukti fakta bahwa kelompok tersebut tidak pernah memiliki niat nyata untuk terlibat dalam penyelesaian politik.
“Mereka hanya ingin memenangkan perang ini lalu mendirikan Kabinet mereka yang didominasi Taliban,†katanya.
Reaksi serupa datang dari para pemimpin politik Afghanistan yang baru saja digulingkan.
“Taliban mengumumkan pemerintah yang tidak memiliki tempat dalam konstitusi negara dan tidak memiliki profesionalisme,†kata pemimpin Tajik Atta Noor, yang sampai saat ini memegang kendali atas wilayah yang luas di utara.
Noor terpaksa meninggalkan negara itu, bersama dengan sekutu baru-baru ini dan pemimpin Uzbekistan Abdul Rashid Dostum, tak lama setelah jatuhnya provinsi Balkh pada 14 Agustus.
BERITA TERKAIT: