Namun begitu, Lavrov menyadari, masih adanya perselisihan mengenai siapa yang mestinya memulai langkah terlebih dahulu yang membuat kesepakatan berjalan alot.
"Kami menyambut baik keputusan pemerintahan Joe Biden untuk kembali ke JCPOA. Namun, itu belum terlaksana, karena di AS sendiri, setahu saya, ada proses pemahaman bagaimana melakukan ini," ujar Lavrov, dalam konferensi pers di Abu Dhabi, Selasa (9/3) usai melakukan pertemuan dengan mitranya dari UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan
Menlu menambahkan perlu langkah simultan atas nama Iran dan AS untuk menghindari perselisihan tentang siapa yang harus mengambil langkah pertama ke depan. Jika kedua pihak hanya saling menunggu, maka negosiasi akan berlarut-larut.
“Kalau sekarang kita bertumpu pada siapa yang harus kembali memenuhi kewajibannya, tawar menawar bisa berlangsung tanpa batas,†katanya, seperti dikutip dari
Anadolu Agency.
Implementasi JCPOA, yang ditandatangani pada 2015, telah terhenti setelah AS di bawah Donald Trump secara sepihak menariknya pada 8 Mei 2018, dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran di bidang ekspor minyak.
Tepat satu tahun kemudian, Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan bahwa Teheran menangguhkan sebagian dari kewajibannya berdasarkan kesepakatan nuklir.
Pada 5 Januari 2020, Iran kemudian mengumumkan bahwa program nuklirnya tidak lagi menghadapi pembatasan operasional.
BERITA TERKAIT: