Meski Kerap Berseteru, Xi Jinping Janjikan Akses Pasar Yang Lebih Luas Untuk Uni Eropa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Kamis, 31 Desember 2020, 08:07 WIB
Meski Kerap Berseteru, Xi Jinping Janjikan Akses Pasar Yang Lebih Luas Untuk Uni Eropa
Pertemuan virtual antara para pemimpin Uni Eropa dan China/Net
rmol news logo Uni Eropa dan China sudah menyelesaikan perjanjian investasi bisnis, setelah Beijing berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar bagi blok itu.

Perjanjian Komprehensif tentang Investasi itu disepakati selama pertemuan virtual yang dihadiri oleh Presiden China Xi Jinping, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Rabu (30/12).

Perjanjian yang sudah digodok selama tujuh tahun itu berisi komitemen China untuk akses pasar yang lebih besar bagi investor Uni Eropa. Xi juga berjanji untuk memastikan perlakuan yang adil bagi perusahaan Uni Eropa agar mereka dapat bersaing di China.

Komisi Eropa dalam pernyataannya menyebut, Beijing juga telah setuju untuk mengejar ratifikasi peraturan Organisasi Buruh Internasional (ILO) tentang kerja paksa.

"Kesepakatan hari ini adalah tonggak penting dalam hubungan kami dengan China dan untuk agenda perdagangan berbasis nilai kami," ujar von der Leyen, seperti dikutip NTD.

"Ini akan memberikan akses yang belum pernah terjadi sebelumnya ke pasar China bagi investor Eropa, memungkinkan bisnis kami untuk tumbuh dan menciptakan lapangan kerja," tambahnya.

Komisaris Perdagangan Uni Eropa Valdis Dombrovskis mengatakan pihaknya akan memastikan agar China menghormati sepenuhnya semua komitmen yang telah disampaikan.

Sementara itu, menurut direktur lembaga think tank ECIPE, Hosuk Lee-Makiyama, China tidak akan menyetujui perjanjian tersebut tanpa adaya keuntungan. Ia juga mengatakan, kesepakatan investasi semacam itu lebih sulit ditegakkan karena Uni Eropa tidak mungkin menyita aset China.

"Tidak ada kekuatan besar, tidak terkecuali China, yang memberikan apapun secara gratis, jadi akan ada trade-off. Hanya saja belum ada kesepakatan," katanya.

Sebelumnya, von der Leyen telah memanggil pihak China karena gagal memenuhi janji berdasarkan kesepakatan pada 2019 untuk membuka akses yang lebih besar bagi perusahaan-perusahaan Eropa atau membatalkan aturannya yang mewajibkan investor untuk berbagi pengetahuan mereka dalam usaha patungan China.

Di samping itu, hubungan Uni Eropa dan China juga diwarnai dengan isu hak asasi manusia. Anggota parlemen Uni Eropa sering menguruk China atas pelanggaran HAM, termasuk penggunaan kerja paksa dan penindasan terhadap minoritas.

Pada 17 Desember, Parlemen Eropa mengadopsi resolusi yang menyerukan sanksi Uni Eropa terhadap pejabat China yang bertanggung jawab atas pelecehan etnis Muslim Uighur dan melarang impor China yang dilakukan dengan kerja paksa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA