Di Balik Upaya China Kendalikan Pasar Bijih Besi Global

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 29 Desember 2025, 08:20 WIB
Di Balik Upaya China Kendalikan Pasar Bijih Besi Global
Ilustrasi (Artiificial Inteligence)
rmol news logo Pemerintah China kian serius dalam upayanya mengendalikan pasar bijih besi dunia.

Dikutip dari Reuters, Senin 29 Desember 2025, melalui perusahaan milik negara China Mineral Resources Group (CMRG), Beijing menekan perusahaan tambang besar seperti BHP, Rio Tinto, Fortescue, dan Vale agar menawarkan harga serta kontrak yang lebih murah bagi industri baja domestik. Langkah ini menyasar pasar bijih besi laut global yang nilainya mencapai sekitar 132 miliar dolar AS.

Laporan menyebutkan bahwa pada November lalu CMRG meminta pabrik baja dan pedagang di China untuk tidak membeli kargo spot produk tertentu dari BHP. Kebijakan ini dinilai sebagai eskalasi besar, mengingat sebelumnya CMRG belum pernah memblokir lebih dari satu produk dari satu pemasok. Padahal, pasokan BHP dari Australia mencakup sekitar 20 persen kebutuhan bijih besi China.

Namun, kebijakan keras ini belum sepenuhnya memuaskan pabrik baja. Sejumlah pelaku industri mengeluhkan bahwa harga dan ketentuan kontrak tidak membaik, bahkan biaya justru meningkat akibat adanya komisi tambahan untuk CMRG. Seorang manajer pabrik baja mengatakan, “Tidak ada harga atau syarat yang lebih baik bagi kami, dan kami harus membayar biaya tambahan. Namun ini merupakan tugas politik, jadi tidak ada pilihan selain ikut.”

Meski begitu, CMRG juga mencatat beberapa capaian. Salah satunya adalah diskon ongkos angkut sebesar 1 Dolar AS per ton dari Rio Tinto, serta status sebagai satu-satunya penjual resmi bijih besi Hancock Prospecting milik Gina Rinehart di China. Namun di awal kebijakan, CMRG sempat menyulitkan pabrik baja karena melarang bijih besi berkadar rendah, padahal jenis ini penting saat margin keuntungan industri sedang tipis.

Ke depan, posisi tawar China diperkirakan akan semakin kuat dengan hadirnya proyek tambang raksasa Simandou di Guinea yang mulai beroperasi pada 2028. Proyek ini diproyeksikan menyumbang sekitar 7 persen pasokan bijih besi global dan berpotensi menciptakan kelebihan pasokan. “Produksi Simandou akan mengubah struktur pasar dan mengurangi dominasi Australia sebagai pemasok bijih besi ke China," kata analis RBC, Kaan Peker.

Meski demikian, para eksekutif tambang masih meragukan efektivitas strategi China. Gautam Varma dari V2 Ventures menilai bahwa harga tetap ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan pasokan global. 

“Sejauh ini, CMRG belum benar-benar mampu mengubah faktor fundamental tersebut,” ujarnya. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA