Dikatakan oleh Perwakilan Korea Foundation untuk Diplomasi Kesehatan dan Penasihat Pusat Penyakit Menular Universitas Seoul, Dr Youngmee Jee, MERS adalah tamparan keras bagi sistem kesehatan Korea Selatan.
Mimpi buruk terhadap MERS juga masih dirasakan oleh negeri ginseng hingga mungkin Korea Selatan menjadi salah satu negara yang "berlebihan" dalam penanganan awal Covid-19. Tetapi hal tersebut membuat Korea Selatan berhasil mengendalikan wabah hingga bisa mulai secara bertahap kembali menjalankan sektor ekonominya.
Pada 3 Januari, belum seminggu sejak China melaporkan adanya wabah Covid-19 kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Korea Selatan sudah menyalakan alarm bahaya.
Dalam hal ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Korea (KCDC) bekerja sama dengan beberapa instansi mulai memperketat pintu masuk di Bandara Internasional Incheon dari Wuhan.
"Tiga hari setelahnya, 6 Januari, Korea Selatan mulai mendata siapa saja yang pernah melakukan perjalanan ke Wuhan dan mengalami gangguan pernapasan," ujar Jee dalam webinar bertajuk "Indonesia-Korea Cooperation in Dealing with Covid-19" yang diselenggarakan oleh CSIS Indonesia, Rabu (6/5).
Sementara pada 17 Januari, Korea Selatan sudah menyediakan pedoman terkait pengujian dan isolasi bagi setiap pemerintah daerah.
"Korea Selatan mulai meningkatkan status dari Biru (level 1) ke Kuning (level 2) pada 20 Januari. Seminggu setelahnya ke level 3 dan 23 Februari ke level 4 atau tertinggi," paparnya.
Dari pengalaman MERS, Jee mengatakan, pengujian sangat sangatlah penting untuk mengatasi penyakit menular. Sehingga ketika muncul wabah Covid-19, pemerintah Korea Selatan gerak cepat dalam hal memproduksi alat pengujian Covid-19.
"Guna memproduksi tes Covid-19 secara masal, Kementerian Keamanan Pangan dan Obat-obatan langsung berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan farmasi," ungkap Jee.
"Pada 31 Januari misalnya, Korea Selatan hanya memiliki 18 laboratorium untuk pengujian Covid-19. Namun pada 9 Maret meningkat menjadi 114 laboratorium. Sehingga pengujian di Korea bisa mencapai 30.000 hingga 40.000 sampel per hari," papar Jee.
Dari 640.237 orang yang dites per Selasa (5/5), hanya 1,7 persen atau 10.804 orang yang dinyatakan positif Covid-19.
"Pengujian juga sangat penting untuk mencari kasus asymptomatic (tanpa gelaja) sehingga bisa segera diisolasi dan tidak menyebarkan infeksi," ujarnya.
Terkait pelacakan kontak, kembali belajar dari pengalaman MERS, pemerintah menggunakan GPS yang dihubungkan dengan aplikasi yang kembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Selain itu juga menggunakan CCTV dan laporan transaksi kartu kredit.
"Ketika MERS, hal tersebut menimbulkan persoalan mengenai data privasi. Namun pemerintah sudah mengamandemen aturan yang memungkinkan pemerintah membuka data pribadi saat krisis terjadi," sambung Jee.
Dengan banyaknya jumlah kasus Covid-19, sulit bagi rumah sakit untuk bisa menangani pasien dalam sekali waktu. Guna mengakali hal tersebut, Jee mengatakan, pemerintah mendirikan pusat perawatan komunitas untuk para pasien yang memiliki gejala ringan.
Korea Selatan sendiri memiliki 329 rumah sakit khusus untuk Covid-19 dan 16 pusat perawatan komunitas pada 15 Maret.
BERITA TERKAIT: