Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengalaman Warga Korea Utara Memancing Di Kolam Galatama Pantai Indah Kapuk

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Minggu, 16 Juni 2019, 23:39 WIB
Pengalaman Warga Korea Utara Memancing Di Kolam Galatama Pantai Indah Kapuk
Om Son Guk/RMOL
rmol news logo Memancing adalah salah satu hobi utama masyarakat Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara.

Klub pemancing tumbuh subur di negara itu. Aktivitas memancing dilakukan di banyak tempat. Baik di kolam-kolam khusus yang disediakan pemerintah, maupun di pojok tertentu aliran sebuah sungai.

Warganegara Korea Utara, Om Son Guk, termasuk pecinta olahraga memancing. Ia bergabung dengan federasi memancing di negaranya.

Bersama seorang rekannya, Om Sun Guk tiba di Jakarta awal bulan Juni lalu. Ini adalah kunjungan pertama dirinya ke Jakarta.

Tugas utama Om Son Guk di Jakarta adalah mempersiapkan penerbitan dua buku yang ditulis dua aktivis perhimpunan persahabatan dengan Korea Utara, dari Australia dan dari Bangladesh.

Buku pertama berjudul “Korea’s Struggle for Safeguarding the Independence” ditulis oleh Raymond Ferguson dari Australia. Sementara buku kedua berjudul “Ever-lighting Beacon” ditulis M. Jahangir Khan dari Bangladesh.

Kedua buku telah diluncurkan di Jaya Suprana School of Performing Arts hari Rabu lalu (12/6), bertepatan dengan setahun peringatan pertemuan Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump.

Hari Sabtu kemarin (15/6), sehari sebelum kembali ke negerinya, Om Son Guk menikmati kolam pancing Galatama di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Begitu tiba di lokasi pemancingan, matanya berbinar-binar. Senyumnya mengembang lebar. Kolam di hadapannya cukup luas.

“Memancing bisa menghilangkan stres,” katanya masih tersenyum.

“Bisa juga bikin stres baru,” respon temannya bercanda.

Tidak perlu waktu lama bagi Om Son Guk untuk akrab dengan lingkungan kolam pancing. Seorang caddy telah bersedia membantunya, mulai dari mencarikan alat pancing sampai mempersiapkan umpan.

“Harus ada bom untuk menarik ikan agar berkumpul di dekat mata kail,” ujar Oding sang caddy. Yang dimaksud bom adalah aci yang dikepalkan dibungkus pelet makanan ikan.

“Memancing soal kebiasaan dan kebudayaan,” kata Om Son Guk lagi di sela mendengarkan penjelasan-penjelasan Oding.

Setelah diundi, Om Son Guk mendapat lapak nomor 29, di sisi kanan kolam. Pertandingan dimulai pukul 12.00 pas, matahari berada persis di atas kepala. Dijadwalkan selesai pukul 15.00.

Satu jam pertama menguras kesabaran. Kailnya selalu disambar ikan. Umpan habis tak tersisa. Tapi tak ada yang ikan yang nyangkut di mata kail.

Cara Om Son Guk melemparkan mata kail ke tengah kolam jadi perhatian pemancing-pemancing lain di sekitarnya.

Menurut Oding, gaya Om Son Guk seperti sedang memancing di laut.

“Kalau di laut memang seperti itu, berdiri, dan pancing dilemparkan dari arah samping,” kata Oding.

“Kalau di kolam, duduk aja, dilempar dari atas kepala,” sambungnya.

Satu setengah jam menunggui pancing, akhirnya ada ikan yang tersangkut juga. Om Son Guk mengerahkan semua kekuatan. Ikan yang menyangkut cukup besar. Sebesar paha manusia, rasanya.

Dia berteriak kegirangan, menarik perhatian pemancing-pemancing lain.

Tak lama setelah ikan pertama, ia mendapatkan ikan kedua. Lebih kecil dari yang pertama.

Om Son Guk puas. Dia menyudahi permainan, menyerahkan kail pada caddy.

“Saya bangga bisa memancing di Jakarta. Ini pengalaman luar biasa. Saya akan bawa cerita ini ke Korea,” kata Om Son Guk senyum gembira. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA