Walau secara keseluruhan AKP masih berada paling atas di antara partai-partai peserta dalam perolehan posisi eksekutif dan kursi di legislatif, akan tetapi capaiannya kali ini menurun signifikan dibanding Pemilu sebelumnya.
Karena itu, sangat wajar bila para petinggi AKP nampak sangat berat menerima kenyataan atas kekalahannya di sejumlah kota penting, seperti Izmir, ibukota Ankara dan Istanbul yang menjadi kota bisnis terbesar dan terpadat penduduknya serta menjadi ibukota Turki di masa kejayaan Turki Usmani.
Apalagi Istambul yang memiliki gengsi tinggi ini kemudian menjelma menjadi simbol kejayaan dan keperkasaan Erdogan yang pernah menjadi walikotanya, demikian juga AKP sebagai partai politik tidak pernah terkalahkan di kota ini sejak berdirinya.
Akan tetapi dalam Pemilu lokal kali ini semuanya telah berubah. Yang lebih menyakitkan calon walikota dari AKP yang diturunkan di Istanbul adalah Binali Yildirim sahabat dekat Erdogan, salah seorang kepercayaannya, dan mantan Perdana Mentri Turki.
Apa sebenarnya yang terjadi?
Kalau kita menggunakan instrumen statistik untuk memotret kondisi sosial politik masyarakat Turki, maka kita akan menemukan bentuk kurva normal yang bentuknya menyerupai lonceng. Kelompok religius pendukung AKP yang menjadi kendaraan politik Presiden Erdogan dan kelompok sekuler yang berhimpun dalam partai warisan Ataturk CHP, masing-masing berada di pojok kanan dan kiri.
Kedua kelompok ideologis ini jumlahnya sebenarnya tidak besar. Sementara jumlah yang sangat besar dan menentukan berada di tengah. Bila yang berada pada pojok kanan dan kiri sangat loyal dan konsisten, maka kelompok tengah sangat rasional, objektif, dan pragmatis. Karena itu, kelompok tengah inilah sejatinya yang menentukan kemenangan pada setiap Pemilu.
Kemunculan AKP pada Pemilu tahun 2002 yang kemudian mengantarkan Erdogan sebagai orang kuat dan tidak terkalahkan sampai sekarang, tidak bisa dipisahkan dari kekecewaan bangsa Turki terhadap CHP warisan Ataturk pendiri negara Turki modern. Meskipun telah diberi kesempatan selama puluhan tahun untuk memerintah, CHP gagal memajukan negara Turki dan gagal dalam mensejahterakan rakyatnya.
AKP sebagai partai politik baru dan Erdogan sebagai simbolnya, tampil menawan karena sejumlah isu yang diangkatnya. Masalah perbaikan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan menjadi tema utama kampanyenya.
Masalah agama hanya menjadi sumber motivasi dan inspirasi berbagai agenda politiknya, bukan menjadi jargon yang dijual sebagai daya tarik calon pemilihnya.
Setelah berhasil berkuasa selama 17 tahun, AKP berhasil memenuhi janji-janjinya. Kini Turki sangat maju dan disegani, dimana sebagian besar rakyatnya hidup sejahtera.
Pertaniannya berhasil mewujudkan swasembada pangan, industri elektroniknya membanjiri pasar Eropa, tekstil dan fashion menjadi salah satu produk kreatifitas andalan, alutsistanya berstandar Nato, dan lembaga pendidikannya sangat maju sehingga menarik minat para remaja dari seluruh dunia termasuk Indonesia.
Sejak tahun lalu Turki diterpa krisis ekonomi. Lira Turki rontok, inflation membumbung tinggi, dan jumlah penduduk miskin meningkat drastis. Seluruh masyarakat menderita walau dengan skala yang berbeda.
Erdogan menuduh ada konspirasi asing terutama Amerika yang dituduhnya tidak senang dengan dirinya yang terlalu vokal dalam membela kepentingan ummat Islam di dunia. Benarkah? Tentu perlu penelitian mendalam dan konprehensif untuk menjawabnya.
Akan tetapi, bila elite AKP berbesar hati menerima kenyataan, kemudian rendah hati untuk melakukan Introspeksi diri, dilanjutkan dengan berbagai tindakan pembenahan atas berbagai kekhilafan atau kesalahan yang mungkin terjadi selama ini tentu akan lebih baik, daripada terus mencari alasan untuk menutup-nutupi kenyataan yang ada.
Untuk tujuan di atas, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian: Pertama, AKP yang selama ini menwarkan berbagai solusi substansial dalam menjawab masalah ekonomi, sosial, dan politik, sejak beberapa tahun terakhir tampaknya mengalami pergeseran ke ranah retoris dan simbolis.
Krisis ekonomi yang menerpanya di jawab dengan mencari penyebab yang datangnya dari luar. Mungkin saja ada peran negara lain dan musuh-musuh negara, akan tetapi ibarat bakteri atau virus tidak akan mampu mengganggu jika tubuh kita sehat dan kuat.
Kedua, Erdogan dan keluarganya yang dikenal idealis dan hidup sederhana selama ini, dipandang oleh masyarakat Turki telah berubah. Pada saat situasi normal dan ekonomi baik, masalah seperti ini tidak akan menarik perhatian masyarakat. Akan tetapi, saat ekonomi memburuk, bisik-bisik masalah ini seperti mendapatkan amplifier dan sangat empuk untuk diolah oleh lawan-lawan politiknya.
Ketiga, elite AKP mulai tergoda menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkuat diri melalui korupsi. Menghadapi isu semacam ini Erdogan bukannya memeriksa mereka yang disangka dan menghukum para pelakunya, atau melakukan pembenahan sistem dan aturan untuk menutup lubang-lubang yang ada, atau paling tidak mempersempit ruang bagi yang berniat melakukannya.
Yang dilakukan Erdogan justru sebaliknya, membela teman-temannya dan menyerang mereka yang mengangkat isu ini.
Keempat, godaan untuk menggunakan kekuasaan secara berlebihan terhadap lawan-lawan politiknya. Hizmet organisasi sosial dan ekonomi yang digerakkan oleh spirit Islam yang dipimpin seorang ulama bernama Fethullah Gulen merupakan salah satu dari yang paling merasakan pahitnya.
Seluruh media yang dimilikinya mulai TV, majalah, dan harian diberangus. Seluruh aset bisnis aktifisnya atau pengusaha yang bersimpati kepada ormas keagamaan ini disita.
Lebih jauh lagi, lembaga-lembaga pendidikan yang dikelalolanya diambil alih. Bahkan anggota dan simpatisannya terus diburu sampai sekarang.
Ungkapan Presiden Erdogan setelah menyaksikan hasil pemilu kali ini sungguh sangat melegakan. "Mulai besok pagi, kami akan mulai mencari dan menebus kekurangan kami," katanya.
Ungkapan ini semoga cerminan kebesaran jiwanya dan kerendahan hatinya. Semua ini tentu menjadi modal yang sangat penting bagi bangsa Turki secara keseluruhan dalam menyongsong masa depan.
Pemilu untuk tingkat nasional masih empat tahun lagi. Karena itu, masih ada waktu yang cukup untuk melakukan perbaikan, sehingga AKP tetap berjaya dan Erdogan bisa memimpin Turki sampai 2028.
Pengamat Politik Islam dan Demokrasi
BERITA TERKAIT: