Kesetaraan Gender, Kunci Presiden Korsel Hadapi Krisis Demografi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Jumat, 04 Januari 2019, 22:00 WIB
Kesetaraan Gender, Kunci Presiden Korsel Hadapi Krisis Demografi
Moon Jae In/Net
rmol news logo Pemerintah Korea Selatan saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Moon Jae In tengah berjuang untuk memperbaiki krisis demografi yang terjadi. Namun alih-alih mendorong angka kelahiran bayi, pemerintah Korea Selatan justru memilih untuk mendorong kesetaraan gender.

Moon yang menggambarkan dirinya sebagai presiden feminis menguji sudut pandang baru, yakni dengan menunjukkan lebih banyak rasa hormat kepada wanita.

Pada akhir tahun 2018 lalu, Korea Selatan mengumumkan rencana untuk menghapus beberapa disinsentif untuk mempekerjakan perempuan, yang memungkinkan pasangan untuk mengambil cuti orang tua pada saat yang sama dan memperpanjang cuti ayah yang dibayar. Pengusaha juga mendapat insentif untuk mengizinkan orang tua bekerja lebih sedikit.

"Upaya kesetaraan gender sangat tepat waktu," kata seorang ekonom dengan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Shin Eun-Kyung, seperti dimuat Reuters.

Data OECD menunjukkan bahwa Korea Selatan adalah tempat terburuk bagi perempuan untuk bekerja, meskipun perempuan termasuk yang berpendidikan paling baik di organisasi ini, dan lebih tinggi daripada laki-laki.

Langkah lainnya yang akan diambil adalah perawatan kesuburan akan ditawarkan kepada wanita lajang dan pasangan yang belum menikah juga. Kampanye sosial juga akan mendorong laki-laki untuk lebih banyak berpartisipasi dalam perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga.

Langkah Moon berlainan arah dengan pemerintahan sebelumnya Park Geun Hye yang merupakan presiden wanita pertama negara itu. Park meluncurkan situs web yang membawa peta panas statistik real-time dari wanita usia subur, perkawinan dan kelahiran dengan harapan memacu persaingan antara kota dan wilayah.

Situs web itu dihapus setelah satu hari peluncuran, dengan para wanita mengeluh itu membuat mereka merasa seperti "organ reproduksi".

"Negara ini melihat perempuan sebagai pabrik bayi," kata Hong Sook-young, yang memproduksi acara TV anak-anak paling populer di negara itu, mengomentari kebijakan Park. [mel]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA