Hari Minggu (17/7), otoritas Perancis menangkap pasangan keturunan Albania. Dengan demikian, jumlah orang yang diciduk terkait tragedi itu bertambah menjadi enam orang. Operasi penangkapan sudah dilakukan sejak Jumat (15/7).
Jurubicara kejaksaan di Paris, Agnes Thibault Lecuivre,
tidak memberi keterangan rinci soal keterkaitan pasangan tersebut dengan serangan teror.
Kepolisian Perancis mengumumkan, pelaku dari serangan itu adalah Mohamed Lahouaiej-Bouhlel (31). Dia adalah warga Nice yang lahir di Tunisia tetapi memiliki izin untuk tinggal dan bekerja di Perancis.
Malam itu, Bouhlel mengendarai truk peti kemas melindas ratusan orang yang berkumpul saat menonton pesta kembang api Bastille Day di kota tepi pantai Mediterania itu.
Aparat pun menciduk istri Bouhlel dari apartemennya pada Jumat lalu, namun ia dibebaskan pada hari Minggu seperti dijelaskan pengacaranya, Jean-Yves Garino, kepada
CNN. Perempuan yang memiliki tiga anak dari Bouhlel itu mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan suaminya itu karena mereka sedang berada dalam proses perceraian.
Bouhlel ditembak mati oleh polisi yang mencoba menghentikan aksi brutalnya. Kepolisian mengidentifikasinya lewat sidik jari setelah kartu identitasnya ditemukan di dalam truk.
Kelompok ekstremis ISIS mengaku berada di belakang aksi keji itu. Tetapi klaim itu masih diragukan hingga kini.
Menteri Dalam Negeri Perancis, Bernard Cazeneuve, menyebut sosok Bouhlel tidak masuk dalam radar intelijen. Dia tidak memiliki catatan keterlibatan dengan kelompok militan dan tidak disorot oleh dinas intelijen.
"Sepertinya dia menjadi radikal dengan sangat cepat," kata Cazeneuve, Sabtu (16/7).
Meski begitu, Bouhlel pernah terjerat kasus pengancaman, kekerasan dan pencurian selama enam tahun terakhir. Dia juga pernah dinyatakan bersalah dalam kasus kekerasan bersenjata.
[ald]
BERITA TERKAIT: