Selama ini Gulen berdomisili di Pennsylvania, AS. Erdogan menuduh mantan sahabatnya itu sedang membentuk Struktur Negara Paralel yang berusaha menggulingkan pemerintahan yang sah.
Permintaan agar AS menyerahkan Gulen sebelumnya secara implisit disampaikan Perdana Menteri Binali Yildirim. Ia bahkan mengancam, dengan mengatakan bahwa Turki siap berperang dengan negara mana pun yang melindungi ulama kharismatik itu.
Merespons itu, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, menyatakan bahwa negaranya belum menerima permintaan resmi ekstradisi dari Turki.
Dia juga menilai tuduhan yang menyebut AS terlibat dalam percobaan kudeta adalah hal yang tidak bertanggung jawab.
"Kami pikir tidak bertanggung jawab untuk menuduh ada keterlibatan Amerika Serikat, sementara kami hanya menunggu permintaan mereka. Kami benar-benar siap bertindak jika memenuhi standar hukum," kata Kerry kepada
CNN.
AS termasuk negara yang langsung mengecam percobaan kudeta oleh kelompok militer di Turki, beberapa jam setelah aksi itu berlangsung. AS menekankan "dukungan mutlak" terhadap demokrasi di Turki, pemerintahan sipil dan lembaga-lembaga demokratis (Baca:
AS Dukung Mutlak Pemerintahan Erdogan).
Gulen sendiri telah membantah keras tuduhan Erdogan soal perannya di balik percobaan kudeta.
"Dua puluh tahun yang lalu, saya jelas menyatakan dukungan saya untuk demokrasi dan saya katakan saya tidak akan berbalik dari demokrasi di Turki," kata Gulen, beberapa jam setelah usaha kudeta itu berlangsung (Sabtu, 16/7).
Gulen tegaskan bahwa posisinya terhadap demokrasi benar-benar jelas.
"Setiap upaya untuk menggulingkan pemerintahan adalah pengkhianatan," tegasnya.
Ia tidak menyebut kelompok mana yang kemungkinan berada di balik gerakan kudeta. Namun, menurutnya itu bisa dilakukan siapa saja selain dirinya.
"Bisa siapa saja. Saya telah meninggalkan Turki selama 16 tahun," ucap Gulen.
[ald]
BERITA TERKAIT: