Meski begitu, ada kemungkinan besar bahwa serangan mematikan itu justru dilancarkan oleh pihak rezim Bashar Al-Assad untuk memukul mundur pasukan pemberontak.
Demikian dinyatakan pengamat politik Timur Tengah yang juga dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ali Munhanif yang ditemui seusai acara public lecture di FISIP UIN, Jakarta, Selasa (27/8).
Ia menyadari memang tidak mudah untuk mengetahui soal kebenaran penggunaan senjata kimia oleh pihak pemerintah. Apalagi sampai saat ini rezim Assad tidak mengakuinya. Namun ada yang menarik dari komentar yang dilontarkan negara sekutu Suriah, Iran soal penggunaan senjata berbahaya itu.
"Iran sudah mengatakan terjadi penggunaan senjata kimia di Suriah. Boleh jadi sinyal yang diberikan Iran itu adalah tanda untuk membuka diri bagi dibuatnya untuk diplomasi internasional mencari siapa pengguna senjata itu," ujar Ali.
Menurutnya, jika dibandingkan secara kekuatan militer, maka tidak mungkin pihak oposisi menggunakan senjata kimia.
"Kelompok oposisi paling jauh hanya dapat senjata dibagi oleh militer yang membelot, tapi senjata kimia sejauh ini hanya dimiliki oleh rezim Assad. itu memberi pintu bagi kita untuk terus mempersoalkan ini sebagai landasan intervensi internsional," jelasnya lagi.
Hal ini mestinya menjadi landasan intervensi internasional, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), agar korban di Suriah tidak terus berjatuhan.
"Tidak mungkin solusi Suriah itu tanpa melalui intervensi, semakin kita lama menunggu intervensi akan semakin banyak korban. PBB juga akan dianggap tidak kompeten, tapi menuju ke sana urutan politiknya harus dibuat," demikian Ali
.[wid]
BERITA TERKAIT: