Dikutip dari
Reuters, harga minyak mentah Brent merosot 1,12 Dolar AS atau 1,7 persen, menjadi 66,37 Dolar AS per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 1,30 Dolar AS atau 2 persen, menjadi 62,37 Dolar AS per barel.
Penurunan ini dipicu laporan Badan Energi Internasional (IEA) yang memperkirakan pasokan minyak global akan naik lebih cepat dari perkiraan, terutama karena rencana OPEC+ menambah produksi mulai Oktober.
“Harga minyak turun sebagai respons terhadap laporan IEA yang pesimis, yang memprediksi kelebihan pasokan besar di tahun depan,” kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.
Meski begitu, OPEC+ masih mempertahankan perkiraan stabilnya permintaan global untuk tahun ini.
Menurut analis PVM Oil Associates, Tamas Varga, pasar kini terbelah, di mana sebagian khawatir kekurangan pasokan akibat konflik di Timur Tengah dan Ukraina, sementara yang lain melihat risiko kelebihan pasokan akibat produksi OPEC+ yang terus naik.
Dari sisi perdagangan, Arab Saudi -- pemimpin OPEC -- akan meningkatkan ekspor minyak ke China pada Oktober menjadi sekitar 1,65 juta barel per hari, naik dari 1,43 juta barel per hari pada September. Namun, pasar juga menunggu sejauh mana China bisa terus menyerap pasokan besar ini.
Di Rusia, pendapatan minyak menurun tajam pada Agustus ke level terendah sejak perang Ukraina dimulai. AS dan Uni Eropa pun mempercepat upaya membatasi perdagangan energi Rusia.
India juga membuat langkah mengejutkan. Adani Group, operator pelabuhan swasta terbesar di negara itu, melarang masuk kapal tanker yang terkena sanksi Barat. Kebijakan ini bisa mengganggu ekspor minyak Rusia ke India.
Pasar juga dipengaruhi data ekonomi AS yang menunjukkan harga konsumen naik tertinggi dalam tujuh bulan terakhir.
Bersamaan dengan meningkatnya klaim tunjangan pengangguran, pasar menilai Federal Reserve kemungkinan akan memangkas suku bunga pekan depan, yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi sekaligus permintaan minyak.
BERITA TERKAIT: