Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan tersebut menambah ketidakpastian ekonomi dunia dan berpotensi menurunkan proyeksi pertumbuhan global yang sebelumnya diperkirakan sekitar 3 persen pada 2025-2026.
Meskipun sebagian tarif yang diterapkan lebih rendah dari pengumuman sebelumnya, tetapi ada negara-negara yang justru dikenakan tarif lebih tinggi.
"Sebagian penerapan tarif lebih rendah dari pengumuman sebelumnya, tapi ada sejumlah negara yang dikenai tarif lebih tinggi seperti India dan Swiss," kata Perry, dalam keterangannya pada media di Jakarta, dikutip Kamis 21 Agustus 2025.
Menurut Perry, penerapan tarif ini menimbulkan dinamika yang sulit diprediksi karena meningkatkan ketidakpastian arah perdagangan global.
Kebijakan pengenaan tarif akan berdampak pada kinerja ekspor antar negara dan volume perdagangan. Untuk Amerika sendiri juga berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi.
"Ada kecenderungan inflasi dunia akan turun termasuk di AS. Kebijakan moneter di berbagai negara menjadi lebih akomodatif. Kami perkirakan Fed Funds Rate di semester II akan turun dua kali masing-masing 25 basis poin, probabilitasnya semakin tinggi," ungkap Perry.
Meski prospek pelonggaran moneter global semakin besar, Perry mengingatkan risiko ketidakpastian pasar keuangan dunia dalam jangka pendek masih tinggi.
"Pasar keuangan global semakin tidak pasti. Ini yang perlu kita waspadai dan perlu kita respons dengan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah," katanya.
BERITA TERKAIT: