Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis pada Selasa 11 Februari 2025, pendapatan usaha Smartfren tercatat mengalami penurunan 2 persen menjadi Rp11,42 triliun dibandingkan 2023 yang mencapai Rp11,66 triliun.
Meski menurun, dalam periode ini segmen jasa telekomunikasi, baik data maupun nondata masih menjadi penyumbang utama dengan total pendapatan Rp9,90 triliun atau sekitar 87 persen dari total pemasukan.
Sementara itu, segmen jasa interkoneksi menyumbang Rp260 miliar, dan pendapatan dari sumber lain tercatat sebesar Rp825 miliar.
Di sisi lain, beban usaha perusahaan mengalami peningkatan 5,5 persen dari Rp11,11 triliun menjadi Rp11,73 triliun.
Beban terbesar berasal dari penyusutan dan amortisasi yang mencapai Rp4,88 triliun, disusul biaya operasi, pemeliharaan, serta jasa telekomunikasi sebesar Rp4,30 triliun. Selain itu, beban penjualan dan pemasaran juga meningkat hingga Rp1,60 triliun.
Dari sisi operasional, Smartfren membukukan defisit Rp309 miliar. Kondisi ini semakin tertekan akibat tingginya beban bunga dan keuangan yang mencapai Rp1,32 triliun, serta penurunan signifikan pendapatan lain-lain dari keuntungan utang obligasi dan selisih kurs.
Sebagai dampaknya, Smartfren mencatatkan rugi bersih sebesar Rp1,29 triliun. Kerugian ini turut menambah akumulasi defisit perusahaan di bawah naungan Grup Sinar Mas tersebut hingga menyentuh angka Rp26,33 triliun.
BERITA TERKAIT: