Pengusaha meminta agar kebijakan tersebut ditinjau ulang.
Salah satu industri manufaktur yang sangat dirugikan dengan keluarnya kebijakan pelarangan tersebut adalah industri keramik.
Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto menyampaikan keberatannya terhadap kebijakan itu.
“Kalau kita lihat dibanding dengan sesama negara Asia Tenggara, kayaknya liburnya kita ini paling banyak. Jadi, kami berharap walaupun kebijakan ini dilaksanakan, harus dikaji ulang agar pelarangan itu tidak dilakukan terlalu panjang waktunya dan tidak semua hari libur itu diberlakukan kebijakan ini,” ujarnya baru-baru ini kepada media.
Edy mencontohkan libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang jumlah pemudiknya tidak sebanyak libur Lebaran. Ia berharap agar saat Nataru Pemerintah tidak melarang truk-truk sumbu 3 beroperasi.
“Kalaupun mau dilarang, mungkin itu cukup dilakukan pas di tanggal merahnya saja, yaitu 25 Desember dan tanggal 1 Januari,” katanya, dikutip Minggu (8/9).
Pelarangan terhadap truk sumbu 3 yang terlalu lama akan menyebabkan terganggunya kegiatan perdagangan dan distribusi.
Kerugian lainnya adalah yang menyangkut ke dalam kelancaran proses produksi, karena karena industri keramik selalu berproduksi penuh setiap tahun.
Pada saat Nataru, pabrik tetap berproduksi secara normal. Sehingga kalau terjadi pembatasan truk sumbu 3 dalam waktu yang lama, proses kegiatan bisnis menjelang akhir tahun pasti akan terganggu karena untuk mengangkut bahan baku ke pabrik itu juga menggunakan truk.
“Jika bahan bakunya tidak ada, kegiatan produksi juga bisa terhambat,” ujarnya.
Dari sisi biaya juga mengalami pembengkakan. Pengusaha harus membayar ekstra tenaga kerja yang masuk saat pabrik tidak libur.
Industri keramik dipandang sebagai industri strategis yang harus mendapatkan atensi, dukungan dan perlindungan pemerintah.
“Industri keramik ini tidak hanya padat modal tapi juga padat karya yang mempekerjakan lebih dari 150 ribu orang. Produk keramik nasional kita juga memiliki tingkat TKDN, tingkat komponen dalam negeri yang rata-rata di atas 75 persen,” terang Edy
Ia menegaskan, industri keramik yang dikelolanya tidak hanya menghidupi lebih dari 150 ribu karyawannya saja, tapi selama ini sudah terbukti ikut mendorong kemajuan industri kecil menengah.
Kurang lebih ada ribuan perusahaan yang masuk ke dalam ekosistem atau supply chain dari industri keramik.
Selain itu, hampir 75 persen komponenya berasal dari produk dalam negeri. Artinya, mulai dari bahan baku, karton box, sparepart, kemudian dari tenaga angkut transportasi daratnya maupun transportasi laut melalui kontainer, ini semua mendapatkan manfaat atau multiply effect dari keberadaan industri keramik.
“Jadi, industri keramik juga harus dipandang sebagai industri strategis. Apalagi, produksi industri keramik Indonesia ini sudah masuk ke nomor 4 terbesar di dunia dari sisi kapasitas produksi terpasang,” tukas Edy.
BERITA TERKAIT: