Seperti dikutip dari
Aljazeera, Rabu (28/8), keputusan ini diumumkan pemerintah Libya timur yang menyerukan semua ladang, terminal, dan fasilitas minyak di wilayah tersebut ditutup.
Sebelumnya dua pemerintahan Libya Timur dan Libya Barat ibukota Tripoli yang diakui internasional, terus bersaing dengan bertempur selama berhari-hari memperebutkan kepemimpinan Bank Sentral Libya, hingga mengancam kesepakatan damai yang ditengahi PBB.
Meskipun tidak memiliki legitimasi internasional, pemerintah di Benghazi menguasai sebagian besar ladang minyak Libya melalui kekuatan militer yang dipimpin oleh Khalifa Haftar. Namun, pemerintah ini tidak memberikan rincian mengenai berapa lama penutupan ini akan berlangsung.
Di sisi lain, Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah dari Pemerintah Persatuan Nasional yang diakui secara internasional dan berbasis di Tripoli, menentang keras penutupan ini, dan menyebutnya sebagai tindakan yang tidak berdasar.
Meski demikian, National Oil Corp (NOC) belum mengonfirmasi penghentian produksi, meskipun beberapa anak perusahaan minyak NOC, seperti Waha Oil Company dan Sirte Oil Company, telah mengisyaratkan rencana untuk mengurangi produksi.
Tindakan penutupan ladang minyak ini merupakan bagian dari ketegangan yang terus berlanjut antara pemerintah timur dan pemerintah Tripoli, terutama terkait perselisihan untuk menggantikan kepala Bank Sentral, Sadiq al-Kabir dari Timur, dengan mobilisasi faksi-faksi bersenjata dari kedua belah pihak.
Situasi semakin memanas ketika delegasi dari Tripoli berusaha mengambil alih kantor gubernur bank, yang disusul dengan kecaman dari Hammad yang berjanji akan mengambil langkah hukum terhadap insiden tersebut.
"Penutupan ladang minyak ini sebagai tanggapan atas serangan terhadap pimpinan dan karyawan Bank Sentral Libya. Kami akan mengambil semua tindakan hukum terhadap penyerbuan bank dan penculikan sejumlah karyawannya," kata Perdana Menteri Libya Timur, Osama Hammad.
Meskipun ada upaya mediasi, ketegangan antara kedua pemerintah ini mengancam stabilitas negara yang sudah lama dilanda konflik.
Penutupan ladang minyak ini diperkirakan akan mempengaruhi harga minyak dunia, dengan beberapa analis memperkirakan harga minyak mentah Brent dapat naik hingga pertengahan 80-an Dolar AS per barel.
BERITA TERKAIT: