Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terkait Zero ODOL, GAPKI Berharap Pemerintah Tingkatkan Kelas Jalan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 05 Agustus 2024, 12:43 WIB
Terkait Zero ODOL, GAPKI Berharap Pemerintah Tingkatkan Kelas Jalan
Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sarjono/Ist
rmol news logo Pemerintah perlu melakukan perbaikan-perbaikan untuk penguatan jalan dan menaikkan kelas jalan supaya bisa dilewati truk-truk besar.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sarjono, saat menanggapi penerapan zero Over Dimension Overload (ODOL). 

Menurutnya, perlu diskusi secara intensif dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk  membicarakan berbagai masalah yang akan dihadapi para pengusaha sawit di Indonesia jika zero ODOL ini diberlakukan. 

Mukti memaparkan, setiap tahunnya, satu hektar lahan bisa menghasilkan sekitar 25 hingga 30 ton tandan buah segar (TDS), sehingga dibutuhkan truk-truk besar untuk mengangkutnya. 

"Jadi, kalau lahannya itu mencapai 1.000 hektar, dalam setahun setidaknya menghasilkan 25?"30 ribu ton sawit. Untuk mengangkut sawit sebanyak itu biasanya kita menggunakan truk-truk besar,” jelas Mukti.

Untuk yang perkebunannya sudah terintegrasi dengan pabriknya, penggunaaan truk-truk besar ini tidak menjadi masalah karena hanya berkeliling di sekitar kebun saja. Yang menjadi masalah adalah yang produksi dari perkebunan rakyat. 

“Perkebunan rakyat ini juga cukup luas dan ada di mana-mana seperti di Sumatera dan Kalimantan. Nah, kebun ini tidak memiliki  pabrik yang terintegrasi. Jadi, kalau mau ke pabrik harus melalui jalan-jalan kabupaten dan provinsi, begitu juga sebaliknya,” tukasnya.

Apalagi, menurutnya, kelas-kelas jalan yang akan dilalui truk-truk besar pengangkut sawit itu kapasitasnya tidak ada yang kelas 1. 

“Sehingga usulan kita masih sama dari dulu sampai sekarang yaitu Pemerintah harus melakukan perbaikan-perbaikan penguatan jalan dan menaikkan kelas jalannya supaya bisa dilewati truk-truk besar,” ucapnya.

Kebijakan zero ODOL juga agar jangan langsung dilaksanakan secara instan, tapi ada tahapan-tahapannya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian. 

Penyesuaian itu, menurut Mukti, tidak hanya dilakukan di perusahaan tapi juga untuk sentra-sentra perkebunan sawit dan akses jalan harus ditingkatkan. 

“Baik kelas jalannya, kualitasnya, jembatannya dan sebagainya, sehingga bisa menampung lalu lintas produksi sawit,” kata Mukti.

Pemerintah juga harus melihat bahwa jika truk-truk besar pengangkut sawit itu diganti menjadi truk-truk yang lebih kecil, otomatis akan menambah armadanya. 

“Jumlahnya kan jadi semakin banyak. Karena, yang semula misalnya satu truk bisa mengangkut 20 ton, jika kemudian dibatasi menjadi hanya bisa 10 ton saja, berarti kita harus nambah dua kali lipat angkutan. Nah, kalau tambah angkutan itu berarti kita harus nambah biaya beli mobil ataupun juga renovasi truk, kemudian juga biaya supir juga meningkat,” tandasnya.

GAPKI berharap penerapan zero ODOL tidak membuat industri menjadi kurang efisien. 

"Jadi, ini yang harus sama-sama kita lakukan. Karena biaya produksi bertambah, maka harga barang akan naik. Itu jelas akan mengurangi daya saing kita dengan negara-negara lain,” katanya.

Mukti mengaku, GAPKI belum pernah melihat roadmap dari Kemenhub terkait pelaksanaan zero ODOL.

“Karenanya, kita perlu duduk bareng dengan Pemerintah untuk mendiskusikan, membuat semacam roadmap penyesuaian untuk sampai ke sana. Jangan sampai nanti industri sawit yang sekarang menjadi sumber pendapatan devisa terbesar, kemudian daya saingnya berkurang gara-gara misalnya zero ODOL." tegasnya. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA