Dimensy.id
Apollo Solar Panel

INDEF: Penurunan Realisasi Cukai Hasil Tembakau Perlu Dievaluasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 05 Juni 2024, 14:38 WIB
INDEF: Penurunan Realisasi Cukai Hasil Tembakau Perlu Dievaluasi
Ilustrasi/Net
rmol news logo Penurunan realisasi cukai hasil tembakau (CHT) dan produksinya perlu dievaluasi, terutama jika kenaikan cukainya terlalu tinggi.

Hal itu dikemukakan oleh Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus. Ia menilai kenaikan cukai yang fluktuatif hingga eksesif dapat mempengaruhi penurunan penerimaan yang jauh lebih besar lagi.

Meskipun sudah ditetapkan sistem multiyears yang memudahkan pelaku usaha, esaran tarifnya juga harus diperhatikan dan jangan terlalu eksesif, menurutnya.

"Cukai kan bergantung pada CHT, jadi kenaikan ke depan harus hati-hati betul jangan sampai penerimaan cukai justru tidak optimal," ujar Heri, dikutip Rabu (5/6).

Kebijakan CHT yang berlaku saat ini baik dari sisi tarif dan strukturnya dinilai belum efektif dalam menekan prevalensi perokok dan mengoptimalkan penerimaan negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam paparan APBN Kita edisi Mei 2024, menyebutkan penerimaan cukai mengalami penurunan sebesar 0,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang dipicu oleh merosotnya penerimaan CHT yang merupakan kontributor mayoritas penerimaan cukai.

Kebijakan kenaikan CHT sebesar 10 persen di 2024 dinilai tidak efektif dengan perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah dan rokok ilegal yang terlihat dari penurunan golongan 1 sebesar 3 persen year-on-year, tetapi terjadi kenaikan di golongan 2, yaitu 14,2 persen year-on-year.

Menurut Heri kenaikan harga rokok yang lebih tinggi dari inflasi akan mengubah perilaku perokok untuk menyesuaikan konsumsi rokoknya dengan pendapatannya. Kesempatan perokok untuk berpindah konsumsi ke rokok yang lebih mudah dijangkau atau rokok murah akan semakin tinggi, bahkan ke rokok ilegal. Hal tersebut tentu merugikan kesehatan masyarakat dan adanya potensi penerimaan cukai yang hilang.

"Artinya, harus ada benteng lain selain cukai yang harus dikuatkan karena selama ini unsur pengendalian yang berjalan baru cukai tetapi tetap harus memperhatikan perlindungan industri dan penyerapan tenaga kerjanya, jadi harus hati-hati betul," ujar Heri. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA