Menurut Ayres, pihaknya sangat tertarik untuk mendorong standar lingkungan dan tata kelola hilirisasi mineral di Indonesia, yang menjadi salah satu syarat di negaranya agar mudah untuk memasuki pasar di seluruh dunia.
“Hal itulah yang akan diminta oleh pelanggan di seluruh dunia dalam hal ekspor, dan apakah kita benar-benar ingin menambah nilai ekonomi tambahan. Hal ini berarti siap dan mampu memenuhi persyaratan keberlanjutan (yaitu ESG),” jelas Ayres dalam acara Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama dengan Kedutaan Australia di Jakarta, Jumat (26/1).
ESG sendiri merupakan konsep yang mengedepankan kegiatan pembangunan, investasi, atau bisnis yang berkelanjutan dengan tiga faktor yaitu yaitu environmental (lingkungan), social (sosial), dan governance (tata kelola).
Menurut asisten mendag Australia itu, dengan mengedepankan ESG, maka ke depannya pasar nikel akan menjadi sangat kuat, di tengah gencarnya produksi kendaraan listrik.
“ESG akan menjadi fitur yang sangat kuat bagi masa depan pasar nikel, dan Australia terlibat di tingkat bilateral untuk mendukung pekerjaan itu,” kata Ayres.
Sementara, Indonesia sendiri menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan total produksinya diperkirakan mencapai 1,6 juta metrik ton atau menyumbang 48,48 persen dari total produksi nikel global sepanjang tahun 2022 lalu.
Sehingga, Indonesia disebut disebut sebagai pusat nikel global.
BERITA TERKAIT: