Berbicara dalam sebuah wawancara di televisi pemerintah, Menteri Keuangan Mali Alousseni Sanou mengatakan nota kesepahaman tidak mengikat yang ditandatangani kedua negara memproyeksikan pembangunan pabrik pengolahan emas berkapasitas 200 ton per tahun, yang kelak setelah selesai, akan menjadi yang terbesar di negara tersebut.
“Hal ini akan memungkinkan kita tidak hanya mengendalikan seluruh produksi emas tetapi juga mampu menerapkan semua pajak dan bea dengan benar,” kata Sanou, seperti dikutip dari
RT, Kamis (24/11).
"Dokumen tersebut berlaku selama empat tahun," tambahnya, tanpa memberikan rincian lebih lanjut mengenai jangka waktu pembangunannya.
Tahun lalu, Mali menduduki peringkat empat negara penghasil emas terbesar di Afrika, di belakang Afrika Selatan, Ghana, dan Burkina Faso, dengan produksi 66,2 ton emas industri.
Meskipun industri pertambangan negara Afrika Barat itu didominasi oleh ekstraksi emas, mereka juga memproduksi berlian, garam batu, fosfat, batu semi mulia, bauksit, dan bijih besi.
Kesepakatan terbaru dengan Moskow terjadi hanya satu bulan setelah perusahaan energi nuklir negara Rusia, Rosatom, menandatangani perjanjian dengan Mali untuk mengeksplorasi mineral dan bekerja sama dalam bidang penggunaan energi atom untuk tujuan damai, termasuk kemungkinan membangun infrastruktur nuklir di negara Afrika Barat tersebut.
Perjanjian tersebut ditandatangani pada Pekan Energi Rusia di Moskow pada bulan Oktober, di mana Mali juga menandatangani perjanjian dengan perusahaan Rusia untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 200 hingga 300 megawatt pada pertengahan tahun 2025.
BERITA TERKAIT: