Hal ini dikemukakan Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo saat kunjungan di kantor redaksi
Rakyat Merdeka, gedung Graha Pena, Jakarta, Senin (10/12).
Dalam kunjungan ini, Kartika didampingi Direktur Bisnis dan Jaringan Kecil, Hery Gunardi; Direktur Corporate Banking, Royke Tumilaar; Corporate Secretary Rohan Hafas; Vice President Corcom, Lala Maristellla; dan Media Relations Manager, Eko Noviansyah.
"Jadi kita harus sensitif, paham juga dengan perubahan persepsi di publik mengenai berbagai kebijakan ekonomi yang sekarang ini jadi
nyampur dengan kebijakan dan opini politik," tutur Kartika.
Menurut Kartika, dibandingkan bank swasta, manajemen bank BUMN seperti Mandiri cakupan
stakeholder-nya sekarang makin meluas.
"Mulai dari nasabah, kementerian, BUMN, keuangan, BI, OJK sampai BPK, kejaksaan itu tentunya tidak bisa lepas dari sistem pemerintahan, sistem politik yang ada di belakang. Termasuk kalau kita interaksi dengan komisi-komisi di DPR," papar ketua umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) ini.
"Menarik juga manajemen di bank BUMN ternyata spora (penyebaran) lebar sekali. Saya baru sadar tiga tahun ini," imbuhnya.
Kartika memberi contoh, isu pinjaman dari China Development Bank (CDB) dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau pun keikutsertaan Bank Mandiri membiayai proyek
Light Rail Transit (LRT) Jabodetabek, ternyata menjadi santapan politik.
"Dulu kita sebagai bankir melihat opini publik dari kacamata ekonomi
purely, sekarang melebar ke sana," ucapnya.
Kejadian huru hara di Perancis baru-baru ini, menurut Kartika, karena kegagalan Presiden Emmanuel Macron menerjemahkan kebijakan publik.
"Ini menunjukkan negara-negara sekarang, bukan hanya di negara berkembang bahwa demokrasi sudah ratusan tahun pun rentan terhadap kekacauan politik yang ditimbulkan persepsi yang salah terhadap kebijakan ekonomi," ujarnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: