Direktur Eksekutif GabunÂgan Industri Minyak Nabati InÂdonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menjelaskan, alasan produsen menolak mandatori fortifikasi viÂtamin A minyak goreng. Sebab, kebijakan penambahan vitamin A sintetis haruslah diimpor dari perusahaan di negara lain.
"Jika fortifikasi menjadi wajib, akibatnya Indonesia bergantung kepada impor Vitamin A sintetik. Setiap tahun, kita akan buang devisa ratusan juta dolar ke luar negeri," kata Sahat di Jakarta, kemarin.
Persoalan lain adalah efekÂtivitas fortifikasi vitamin A di minyak goreng sawit. Karena ada rentang waktu pengiriman minyak goreng dari pabrik samÂpai ke masyarakat. Isu ini terkait dengan stabilitas Vitamin A muÂlai dari pabrik sampai ke retailer dan retensi vitamin A pada saat penggorengan.
"Tidak ada jaminan berapa kadar kandungan vitamin A sampai di tangan konsumen. Apabila di bawah ambang batas, kami (produsen) bisa dituntut," ucap Sahat.
Produsen juga khawatir denÂgan adanya kata penambahan ViÂtamin A. Sebab, jika tidak ditaÂmbahkan vitamin A meskipun mengandung fortifikan alamiah beta karoten yang setara dengan aktifitas vitamin A 45 IU/g, minyak goreng sawit tidak dapat digolongkan sebagai minyak goreng sesuai SNI meskipun berasal minyak sawit.
Sahat mengusulkan, pengecÂualian untuk kebijakan fortiÂfikasi vitamin A. Aturan fortiÂfikasi sebaiknya sukarela bukan mandatori. "Kita belum tahu seberapa efektif fortifikasi. Yang pasti penambahan vitamin A membuat devisa negara tersedot ke luar negeri," kata Sahat.
Peluang MonopoliDirektur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot SipÂayung telah mengirimkan surat ke Ditjen Industri Agro KemenÂterian Perindustrian (KemenÂperin) pada 13 Juli 2018. MenuÂrutnya, aturan fortifikasi tidak berdasarkan kepada perintah perundang-undangan melainkan sebatas permintaan Meteri KesÂehatan melalui surat kepada Kemenperin pada 2012 lalu.
Penambahan vitamin A sinÂtetik berpeluang menciptakan monopoli. Karena pemasok vitamin A ini terbatas kepada dua negara saja. Tidak menutup kemungkinan produsen vitamin A bisa mengendalikan industri minyak goreng sawit di dalam negeri. Itu sebabnya, fortifikasi berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pihaknya mendukung SNI minyak goreng sawit yang masih dalam proses penyusunan. Tetapi untuk fortifikasi sebaiknya suÂkarela.
Menurut dia, untuk mengatasi defisiensi vitamin A termasuk stunting anak balita di Indonesia dapat diatasi dengan dua cara. Pertama pemberian vitamin A langsung kepada balita. Kedua, fortifikasi vitamin A kepada produk makanan/minuman balÂita melalui peraturan Menteri Perindustrian sendiri.
Untuk diketahui, saat ini KeÂmenperin sedang menyusun revisi Peraturan Menteri PerinÂdustrian No.87 Tahun 2013 tenÂtang Pemberlakuan SNI 7709: 2012 Minyak Goreng Sawit dan terkait penambahan fortifikasi Vitamin A. ***
BERITA TERKAIT: