Habis Sudah Era Tren Suku Bunga Rendah

LPS Rate Naik Lagi, Repo Rate Juga Bakal Kembali Dikerek

Kamis, 19 Juli 2018, 08:39 WIB
Habis Sudah Era Tren Suku Bunga Rendah
Foto/Net
rmol news logo Lembaga Penjamin Simpanan kembali menaikkan suku bunga penjaminan (LPS rate) 25 basis poin (bps), menjadi 6,25 persen. Kenaikan ini biasanya akan segera direspons perbankan dengan mengerek suku bunga deposito.
 
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menye­butkan, LPS menaikkan bunga penjaminan untuk simpanan di bank umum dan bank per­kreditan rakyat (BPR). Bunga penjaminan untuk simpanan berdenominasi rupiah dan de­nominasi valuta asing (valas) naik 25 basis poin (bps).

Menurut Halim, beberapa pertimbangan dilakukan untuk menaikkan tingkat bunga pen­jaminannya. Secara rinci bunga penjaminan di Bank Umum 6,25 persen untuk simpanan dalam bentuk rupiah dan 1,50 persen untuk valas. Sedangkan BPR8,75 persen untuk rupiah.

"Kebijakan ini ditetapkan dengan memperhatikan perkembangan suku bunga simpanan bank benchmark, yang mulai menun­jukkan kenaikan secara gradual sebagai respons terhadap kenai­kan suku bunga acuan," ujarnya di Pengumuman Kenaikan Suku Bunga Penjaminan di Jakarta, kemarin.

Halim mengklaim, kenaikan LPS rate merupakan penyesua­ian atas perkembangan kondisi pasar keuangan, serta ditujukan untuk tetap menjaga kondisi stabilitas sistem keuangan.

Mengingatkan saja, pada 6 Juni 2018, LPS juga telah me­naikkan suku bunga penjaminan sebesar 25 bps untuk seluruh jenis simpanan.

Selain itu, lanjut Halim, risiko nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menjadi salah satu per­timbangan. Halim menjelaskan, rata-rata nilai tukar mencapai Rp 14.140 per dolar AS periode 31 Mei-6 Juli 2018, atau melemah 6,65 persen dari rata-rata ob­servasi sebelumnya periode 27 Apri-28 Mei. Secara point to point juga terjadi depresiasi dari Rp 14.065 pada Mei menjadi Rp 14.409 pada 6 Juli 2018.

"Pelemahan rupiah ini sejalan dengan menguatnya dolar AS terhadap berbagai negara mata uang global, yang terlihat dari kenaikan rata-rata indeks dolar AS di periode observasi sebesar 1,45 persen," jelasnya.

Selain itu, imbuh Halim, tren suku bunga rendah akan segera berakhir. Seiring dengan naiknya suku bunga acuan Bank Indone­sia 7 Day Reverse Repo Rate (repo rate) ditambah kenaikan bunga penjaminan, yang bakal mengerek bunga deposito dan lalu diikuti kredit perbankan.

LPS mencatat, suku bunga deposito di 62 bank sudah ter­catat naik. Sekitar 11 bank justru mengalami penurunan, lantaran jauh sebelumnya mereka sudah menaikkan suku bunga depositonya lebih tinggi.

"Dari kondisi itu, LPS melihat secara umum perbankan me­naikkan suku bunganya sesuai sinyal BI (Bank Indonesia). Kita perlu menyadari bank bisa berbeda-beda dalam menentu­kan bagaimana menaikkan suku bunganya, baik deposito maupun kredit," tutur Halim.

Diakuinya, dalam merespons kenaikan bunga acuan lalu, bunga deposito memang lebih cepat diubah mengingat struktur komponen dana yang rata-rata jangka pendek.

"Ketika bank melakukan pe­rubahan suku bunga simpanan, ada waktu sekitar 3-6 bulan kredit juga berubah. Bunga kredit biasanya perlu waktu 6 bulan sampai 1,5 tahun. Bunga kredit itu, tergantung kontrak bagaimana antara perbankan dengan peminjam. Apakah ada bunga khusus dan sebagainya," bebernya.

Saat ini, kondisi likuiditas perbankan atau loan to deposit (LDR) menjadi 92,39 persen di bank umum hingga Mei 2018, atau yang tertinggi sejak Januari 2018. Pertumbuhan kredit naik dari 9,21 persen pada April men­jadi 10,54 persen pada Mei.

Meski, Dana Pihak Ketiga (DPK) justru melemah dari 8,05 persen menjadi 6,54 persen pada periode tersebut. Namun, pertum­buhan kredit tetap naik menjadi 10,54 persen pada Mei 2018.

Chief Economist PT Bank Per­mata Tbk (PermataBank) Josua Pardede memproyeksi, tidak akan lama lagi kebijakan LPS ini akan direspons bank dengan menaik­kan suku bunga deposito.

"Kenaikan suku bunga acuan BI, lalu ditambah kenaikan bunga penjaminan, sangat ber­potensi direspons bank dengan meningkatkan tingkat counter deposito rate atau suku bun­ga deposito dan suku bunga kredit," katanya kepada Rakyat Merdeka.

Namun, katanya, penyesuaian suku bunga bank akan banyak dipengaruhi oleh tingkat likudi­tas, risiko kredit serta over-head cost margin. Jika kondisi li­kuiditas terjaga, indikator risiko kredit yang tercermin dari rasio kredit bermasalah trennya menu­run, serta adanya efisiensi, maka besaran kenaikan suku bunga perbankan tidak akan sebesar kenaikan suku bunga acuan BI.

"Penyesuaian suku bunga kredit maupun deposito, akan mengalami lagging time serta diharapkan berdampak minim bagi pertumbuhan kredit per­bankan di sisa periode berjalan," tuturnya.

Ia pun mengingatkan, Bank Sentral berpotensi kembali me­naikkan suku bunga acuan apabila nilai tukar rupiah masih melanjut­kan pelemahannya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA