Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menyeÂbutkan, LPS menaikkan bunga penjaminan untuk simpanan di bank umum dan bank perÂkreditan rakyat (BPR). Bunga penjaminan untuk simpanan berdenominasi rupiah dan deÂnominasi valuta asing (valas) naik 25 basis poin (bps).
Menurut Halim, beberapa pertimbangan dilakukan untuk menaikkan tingkat bunga penÂjaminannya. Secara rinci bunga penjaminan di Bank Umum 6,25 persen untuk simpanan dalam bentuk rupiah dan 1,50 persen untuk valas. Sedangkan BPR8,75 persen untuk rupiah.
"Kebijakan ini ditetapkan dengan memperhatikan perkembangan suku bunga simpanan bank benchmark, yang mulai menunÂjukkan kenaikan secara gradual sebagai respons terhadap kenaiÂkan suku bunga acuan," ujarnya di Pengumuman Kenaikan Suku Bunga Penjaminan di Jakarta, kemarin.
Halim mengklaim, kenaikan LPS rate merupakan penyesuaÂian atas perkembangan kondisi pasar keuangan, serta ditujukan untuk tetap menjaga kondisi stabilitas sistem keuangan.
Mengingatkan saja, pada 6 Juni 2018, LPS juga telah meÂnaikkan suku bunga penjaminan sebesar 25 bps untuk seluruh jenis simpanan.
Selain itu, lanjut Halim, risiko nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga menjadi salah satu perÂtimbangan. Halim menjelaskan, rata-rata nilai tukar mencapai Rp 14.140 per dolar AS periode 31 Mei-6 Juli 2018, atau melemah 6,65 persen dari rata-rata obÂservasi sebelumnya periode 27 Apri-28 Mei. Secara point to point juga terjadi depresiasi dari Rp 14.065 pada Mei menjadi Rp 14.409 pada 6 Juli 2018.
"Pelemahan rupiah ini sejalan dengan menguatnya dolar AS terhadap berbagai negara mata uang global, yang terlihat dari kenaikan rata-rata indeks dolar AS di periode observasi sebesar 1,45 persen," jelasnya.
Selain itu, imbuh Halim, tren suku bunga rendah akan segera berakhir. Seiring dengan naiknya suku bunga acuan Bank IndoneÂsia 7 Day Reverse Repo Rate (repo rate) ditambah kenaikan bunga penjaminan, yang bakal mengerek bunga deposito dan lalu diikuti kredit perbankan.
LPS mencatat, suku bunga deposito di 62 bank sudah terÂcatat naik. Sekitar 11 bank justru mengalami penurunan, lantaran jauh sebelumnya mereka sudah menaikkan suku bunga depositonya lebih tinggi.
"Dari kondisi itu, LPS melihat secara umum perbankan meÂnaikkan suku bunganya sesuai sinyal BI (Bank Indonesia). Kita perlu menyadari bank bisa berbeda-beda dalam menentuÂkan bagaimana menaikkan suku bunganya, baik deposito maupun kredit," tutur Halim.
Diakuinya, dalam merespons kenaikan bunga acuan lalu, bunga deposito memang lebih cepat diubah mengingat struktur komponen dana yang rata-rata jangka pendek.
"Ketika bank melakukan peÂrubahan suku bunga simpanan, ada waktu sekitar 3-6 bulan kredit juga berubah. Bunga kredit biasanya perlu waktu 6 bulan sampai 1,5 tahun. Bunga kredit itu, tergantung kontrak bagaimana antara perbankan dengan peminjam. Apakah ada bunga khusus dan sebagainya," bebernya.
Saat ini, kondisi likuiditas perbankan atau loan to deposit (LDR) menjadi 92,39 persen di bank umum hingga Mei 2018, atau yang tertinggi sejak Januari 2018. Pertumbuhan kredit naik dari 9,21 persen pada April menÂjadi 10,54 persen pada Mei.
Meski, Dana Pihak Ketiga (DPK) justru melemah dari 8,05 persen menjadi 6,54 persen pada periode tersebut. Namun, pertumÂbuhan kredit tetap naik menjadi 10,54 persen pada Mei 2018.
Chief Economist PT Bank PerÂmata Tbk (PermataBank) Josua Pardede memproyeksi, tidak akan lama lagi kebijakan LPS ini akan direspons bank dengan menaikÂkan suku bunga deposito.
"Kenaikan suku bunga acuan BI, lalu ditambah kenaikan bunga penjaminan, sangat berÂpotensi direspons bank dengan meningkatkan tingkat counter deposito rate atau suku bunÂga deposito dan suku bunga kredit," katanya kepada Rakyat Merdeka.
Namun, katanya, penyesuaian suku bunga bank akan banyak dipengaruhi oleh tingkat likudiÂtas, risiko kredit serta over-head cost margin. Jika kondisi liÂkuiditas terjaga, indikator risiko kredit yang tercermin dari rasio kredit bermasalah trennya menuÂrun, serta adanya efisiensi, maka besaran kenaikan suku bunga perbankan tidak akan sebesar kenaikan suku bunga acuan BI.
"Penyesuaian suku bunga kredit maupun deposito, akan mengalami lagging time serta diharapkan berdampak minim bagi pertumbuhan kredit perÂbankan di sisa periode berjalan," tuturnya.
Ia pun mengingatkan, Bank Sentral berpotensi kembali meÂnaikkan suku bunga acuan apabila nilai tukar rupiah masih melanjutÂkan pelemahannya. ***
BERITA TERKAIT: