Divestasi Freeport, Jangan Euforia!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Jumat, 13 Juli 2018, 16:56 WIB
Divestasi Freeport, Jangan Euforia<i>!</i>
rmol news logo Head of Agreement (HoA) atau kesepakatan pokok yang ditandatangani Pemerintah dengan Freeport McMoran perlu disambut dengan baik namun tidak perlu dianggap suatu kemenangan bagi Indonesia, terlebih lagi untuk memunculkan euforia di masyarakat.

Demikian disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dalam keterangannya, Jumat (12/7). Dari perspektif hukum dia mengungkap sejumlah alasan.

Pertama HoA bukanlah perjanjian jual beli saham. HoA merupakan perjanjian payung sehingga mengatur hal-hal prinsip saja. HoA akan ditindaklanjuti dengan sejumlah perjanjian.

"Perjanjian yang harus dilakukan untuk benar-benar pemerintah memiliki 51% adalah Perjanjian Jual Beli Participating Rights antara Rio Rinto dengan Pemerintah yang nantinya dikonversi menjadi saham sebesar 40% di PT FI. Lalu perjanjian jual beli saham antara Pemerintah dengan Freeport McMoran sejumlah 5,4%," katanya.

Perjanjian-perjanjian tersebut, masih kata Hikmahanto, harus benar-benar dicermati. Ada adagium yang mengatakan 'the devil is on the detail' atau setannya ada di masalah detail. Kerap bagi negosiator Indonesia akan cukup puas dengan hal-hal yang umum saja.

Kedua, menjadi pertanyaan berapa harga yang disepakati untuk membeli Participating Rights di Rio Tinto dan saham yang dimiliki oleh Freeport McMoran. Hal ini muncul karena bila konsesi tidak diperpanjang hingga 2021 tentu harga akan lebih murah dibanding bila konsesi mendapat perpanjangan hingga tahun 2041.

"Hingga saat ini belum jelas apakah pemenrintah akan memperpanjang konsesi PT FI atau tidak. Untuk hal ini menjadi pertanyaan apakah pemerintah pasca 2019 (bila ada perubahan) akan merasa terikat dengan HoA yang ditandatangani atau tidak," kata Hikmahanto.

Ketiga hal yang perlu diperhatikan adalah pengaturan pengambil keputusan di RUPS. Apakah ada ketentuan untuk sahnya kehadiran dan pengambilan keputusan harus dilakukan minimal 51% plus 1, bahkan lebih. Bila demikian meski pemerintah mayoritas namun pengendalian perusahaan masih ada di tangan Freeport McMoran.

"Terlebih lagi bila saham yang dimiliki oleh Freeport McMoran adalah saham istimewa yang tanpa kehadirannya maka RUPS tidak akan kuorum. Juga bila penunjukan Direksi dan Komisaris harus tanpa keberatan dari Freeport McMoran," jelas dia.

Masalah lainnya, kata dia, terkait penyertaan penambahan modal oleh pemerintah. Apabila pemerintah telah menjadi pemegang saham di PT FI dan ada keputusan RUPS untuk meningkatkan modal dan karena satu dan lain hal pemerintah tidak dapat melakukan penyetoran, apakah kepemilikan saham pemerintah akan terdelusi sehingga besaran 51% akan turun.

"Tentu masih banyak hal-hal detail yang akan menjadi pembahasan antara pemerintah dengan berbagai pihak. Karenanya menyatakan pemerintah menang merupakan suatu pernyataan yang prematur," kata Hikmahanto.

"Bila pemerintah transparan dan akuntabel maka apa yang disepakati dalam HoA sebaiknya dibuka ke publik. Ini untuk mencegah publik merasa dikhianati oleh pemerintahnya sendiri. Toh HoA sudah ditandatangani bukan dalam tahap negosiasi," tukas dia.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA